Banyak orang zaman sekarang merasa doa itu membingungkan. Ada yang melakukannya hanya karena rutinitas, tanpa makna. Ada juga yang menggantinya dengan meditasi atau “waktu tenang,” dan tak sedikit yang meninggalkannya sama sekali. Mengapa? Karena mereka belum mengenal siapa Tuhan yang mereka doakan.
Kalau Anda tidak yakin apakah Tuhan
itu benar-benar ada, peduli, atau mendengar, tentu saja berdoa terasa sia-sia.
Tapi ketika Anda percaya bahwa Yesus adalah gambaran sejati Tuhan, maka
doa bukan lagi kewajiban—doa menjadi kebutuhan.
“Tuhan
tidak jauh dari kita. Ia dekat, seperti seorang Bapa yang merindukan
anak-anak-Nya datang dan berbicara.”
— A.W. Tozer
Doa
Adalah Percakapan, Bukan Upacara
Bayangkan Anda punya sahabat yang
sangat bijak, selalu hadir untuk mendengar, dan tak pernah bosan mendengar
cerita Anda. Anda pasti akan mencari waktu untuk berbicara dengannya, bukan?
Doa seharusnya seperti itu—sebuah
percakapan yang jujur dengan Tuhan yang mengasihi Anda. Billy Bray, seorang
pengkhotbah sederhana dari Inggris, sering berkata, “Saya harus berbicara
dengan Bapa tentang hal itu.” Kalimat ini menggambarkan hubungan yang
nyata, bukan formalitas.
Seorang
anak kecil jatuh dan lututnya berdarah. Ia tidak mencoba menjelaskan luka itu
dengan kata-kata indah kepada ayahnya. Ia hanya menangis dan berkata, “Ayah,
sakit!” Dan ayahnya langsung menggendongnya.
Begitulah doa—kadang kita hanya bisa
berkata, “Tuhan, tolong aku.” Dan itu cukup.
Apakah
Tuhan Menjawab?
Jawabannya: Ya. Tapi bukan
selalu dalam bentuk suara atau perasaan yang dramatis. Seringkali, saat kita
jujur mengungkapkan isi hati, mengingat firman-Nya, dan membiarkan Roh Kudus
bekerja, Tuhan menjawab dalam bentuk damai yang tak bisa dijelaskan.
“Doa
bukanlah memaksa Tuhan untuk mengikuti kehendak kita, tapi menyerahkan kehendak
kita untuk mengikuti-Nya.”
— Oswald Chambers
Kita mungkin tidak tahu semua alasan
di balik kejadian hidup, tapi kita akan tahu apa yang perlu kita lakukan
sekarang—melayani dan memuliakan Tuhan di tempat kita berada.
Kita
Diciptakan untuk Berdoa
Doa bukan tambahan. Doa adalah
bagian dari rancangan Tuhan bagi kita. Bahkan bisa dikatakan, doa adalah
ukuran hidup rohani seseorang.
“Apa
yang seseorang lakukan saat dia berlutut di hadapan Tuhan, itulah dia—dan tidak
lebih.”
— Robert Murray McCheyne
Tak heran para murid Yesus suatu
kali berkata, “Tuhan, ajarilah kami berdoa.” (Lukas 11:1). Dan Yesus menjawab
mereka dengan Doa Bapa Kami, bukan hanya untuk dihafal, tapi untuk
dijadikan pola.
Doa
Itu Latihan Hati
Seperti belajar menyanyi, Anda tidak
akan bisa hanya dengan membaca teori. Anda harus melatihnya, mencobanya,
dan terus mengasahnya. Demikian juga dengan doa.
Alkitab penuh dengan contoh
doa—Mazmur adalah buku doa yang paling kaya, berisi luapan hati yang jujur.
Tapi yang paling utama adalah Doa Bapa Kami.
Doa ini berisi tujuh unsur penting:
- Mendekat dengan hormat dan percaya
- Menyembah Tuhan
- Mengaku dosa dan minta ampun
- Memohon kebutuhan hidup
- Bergumul demi berkat Tuhan (seperti Yakub)
- Menerima rencana Tuhan
- Berpegang teguh meski dalam badai
Doa ini bukan teori. Ini adalah
napas hidup rohani.
Seorang
musisi pemula belajar memainkan lagu klasik. Awalnya dia meniru mentah-mentah.
Tapi seiring waktu, ia menemukan sentuhannya sendiri. Doa juga begitu. Kita
mulai dari teladan, tapi kemudian berkembang menjadi percakapan pribadi yang
dalam.
Mengupas Struktur Doa Bapa Kami
Yesus mengajarkan kita menyapa Tuhan
sebagai “Bapa kami yang di surga.” Ini luar biasa! Di budaya Yahudi,
menyebut Tuhan sebagai “Bapa” secara pribadi adalah hal yang tak lazim. Tapi
Yesus membuka jalan: Tuhan itu dekat seperti Bapa, sekaligus Mahakuasa karena
Ia di surga.
Lalu ada tiga permohonan yang
berpusat pada Tuhan:
- Nama-Mu dikuduskan → hormati Tuhan.
- Kerajaan-Mu datang → rindu kedaulatan Tuhan nyata.
- Kehendak-Mu jadi → taat sepenuh hati.
Kemudian tiga permohonan untuk kita:
- Beri kami roti → kebutuhan jasmani.
- Ampuni kami → kebutuhan rohani.
- Lindungi kami → kebutuhan perlindungan.
Dan ditutup dengan pujian:
“Karena Engkaulah yang empunya kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai
selama-lamanya.”
“Ketika
kita belajar berdoa dengan kata-kata Yesus, kita mulai melihat dunia dengan
mata-Nya dan hidup dengan kekuatan dari surga.”
— N.T. Wright
Tuhan
yang Menuntun Percakapan
Terkadang kita berdoa dengan pikiran
kacau, tidak tahu harus berkata apa. Tapi seperti sahabat bijak yang berkata, “Coba
ceritakan ulang pelan-pelan. Apa yang sebenarnya kamu rasakan?”, Doa Bapa
Kami menolong kita mengurutkan isi hati.
Bayangkan Tuhan bertanya:
- “Siapa Aku bagimu?” → Bapa kami di surga.
- “Apa yang paling kamu rindukan?” → Nama-Mu dimuliakan, kehendak-Mu
jadi.
- “Apa yang kamu butuhkan sekarang?” → Roti, pengampunan,
perlindungan.
- “Mengapa kamu yakin Aku mendengarmu?” → Karena Engkau
berkuasa dan layak dimuliakan.
Doa ini menyentuh hati kita secara
mendalam karena ia merangkum isi hati anak kepada Bapanya.
Ilustrasi: Seperti gambar anak-anak
yang menyembunyikan bentuk tertentu. Awalnya kita tak melihat apa-apa, tapi
saat kita tahu gambarnya, bentuk itu menjadi jelas. Doa Bapa Kami seperti
itu—semakin kita menggunakannya, semakin terlihat betapa dalam dan indahnya doa
ini.
Doa
Adalah Sekolah Seumur Hidup
Doa Bapa Kami bukan sekadar
pelajaran pertama. Ini adalah landasan semua pelajaran doa. Kita tidak
akan pernah selesai belajar dari doa ini.
Jika Anda merasa buntu dalam berdoa,
ulangi satu permintaan sederhana para murid itu:
“Tuhan, ajarilah aku berdoa.”
Itu adalah langkah awal yang paling
jujur dan paling kuat.
Sumber bacaan: Praying The Lord’s Prayer oleh J.I. Packer
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.