Laman

26 June 2025

DOA BAPA KAMI - Sebuah perenungan (I)

Banyak orang zaman sekarang merasa doa itu membingungkan. Ada yang melakukannya hanya karena rutinitas, tanpa makna. Ada juga yang menggantinya dengan meditasi atau “waktu tenang,” dan tak sedikit yang meninggalkannya sama sekali. Mengapa? Karena mereka belum mengenal siapa Tuhan yang mereka doakan.

Kalau Anda tidak yakin apakah Tuhan itu benar-benar ada, peduli, atau mendengar, tentu saja berdoa terasa sia-sia. Tapi ketika Anda percaya bahwa Yesus adalah gambaran sejati Tuhan, maka doa bukan lagi kewajiban—doa menjadi kebutuhan.

“Tuhan tidak jauh dari kita. Ia dekat, seperti seorang Bapa yang merindukan anak-anak-Nya datang dan berbicara.”
A.W. Tozer

Doa Adalah Percakapan, Bukan Upacara

Bayangkan Anda punya sahabat yang sangat bijak, selalu hadir untuk mendengar, dan tak pernah bosan mendengar cerita Anda. Anda pasti akan mencari waktu untuk berbicara dengannya, bukan?

Doa seharusnya seperti itu—sebuah percakapan yang jujur dengan Tuhan yang mengasihi Anda. Billy Bray, seorang pengkhotbah sederhana dari Inggris, sering berkata, “Saya harus berbicara dengan Bapa tentang hal itu.” Kalimat ini menggambarkan hubungan yang nyata, bukan formalitas.

Seorang anak kecil jatuh dan lututnya berdarah. Ia tidak mencoba menjelaskan luka itu dengan kata-kata indah kepada ayahnya. Ia hanya menangis dan berkata, “Ayah, sakit!” Dan ayahnya langsung menggendongnya.

Begitulah doa—kadang kita hanya bisa berkata, “Tuhan, tolong aku.” Dan itu cukup.

Apakah Tuhan Menjawab?

Jawabannya: Ya. Tapi bukan selalu dalam bentuk suara atau perasaan yang dramatis. Seringkali, saat kita jujur mengungkapkan isi hati, mengingat firman-Nya, dan membiarkan Roh Kudus bekerja, Tuhan menjawab dalam bentuk damai yang tak bisa dijelaskan.

“Doa bukanlah memaksa Tuhan untuk mengikuti kehendak kita, tapi menyerahkan kehendak kita untuk mengikuti-Nya.”
Oswald Chambers

Kita mungkin tidak tahu semua alasan di balik kejadian hidup, tapi kita akan tahu apa yang perlu kita lakukan sekarang—melayani dan memuliakan Tuhan di tempat kita berada.

Kita Diciptakan untuk Berdoa

Doa bukan tambahan. Doa adalah bagian dari rancangan Tuhan bagi kita. Bahkan bisa dikatakan, doa adalah ukuran hidup rohani seseorang.

“Apa yang seseorang lakukan saat dia berlutut di hadapan Tuhan, itulah dia—dan tidak lebih.”
Robert Murray McCheyne

Tak heran para murid Yesus suatu kali berkata, “Tuhan, ajarilah kami berdoa.” (Lukas 11:1). Dan Yesus menjawab mereka dengan Doa Bapa Kami, bukan hanya untuk dihafal, tapi untuk dijadikan pola.

Doa Itu Latihan Hati

Seperti belajar menyanyi, Anda tidak akan bisa hanya dengan membaca teori. Anda harus melatihnya, mencobanya, dan terus mengasahnya. Demikian juga dengan doa.

Alkitab penuh dengan contoh doa—Mazmur adalah buku doa yang paling kaya, berisi luapan hati yang jujur. Tapi yang paling utama adalah Doa Bapa Kami.

Doa ini berisi tujuh unsur penting:

  1. Mendekat dengan hormat dan percaya
  2. Menyembah Tuhan
  3. Mengaku dosa dan minta ampun
  4. Memohon kebutuhan hidup
  5. Bergumul demi berkat Tuhan (seperti Yakub)
  6. Menerima rencana Tuhan
  7. Berpegang teguh meski dalam badai

Doa ini bukan teori. Ini adalah napas hidup rohani.

Seorang musisi pemula belajar memainkan lagu klasik. Awalnya dia meniru mentah-mentah. Tapi seiring waktu, ia menemukan sentuhannya sendiri. Doa juga begitu. Kita mulai dari teladan, tapi kemudian berkembang menjadi percakapan pribadi yang dalam.

Mengupas Struktur Doa Bapa Kami

Yesus mengajarkan kita menyapa Tuhan sebagai “Bapa kami yang di surga.” Ini luar biasa! Di budaya Yahudi, menyebut Tuhan sebagai “Bapa” secara pribadi adalah hal yang tak lazim. Tapi Yesus membuka jalan: Tuhan itu dekat seperti Bapa, sekaligus Mahakuasa karena Ia di surga.

Lalu ada tiga permohonan yang berpusat pada Tuhan:

  • Nama-Mu dikuduskan → hormati Tuhan.
  • Kerajaan-Mu datang → rindu kedaulatan Tuhan nyata.
  • Kehendak-Mu jadi → taat sepenuh hati.

Kemudian tiga permohonan untuk kita:

  • Beri kami roti → kebutuhan jasmani.
  • Ampuni kami → kebutuhan rohani.
  • Lindungi kami → kebutuhan perlindungan.

Dan ditutup dengan pujian:
“Karena Engkaulah yang empunya kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya.”

“Ketika kita belajar berdoa dengan kata-kata Yesus, kita mulai melihat dunia dengan mata-Nya dan hidup dengan kekuatan dari surga.”
N.T. Wright

Tuhan yang Menuntun Percakapan

Terkadang kita berdoa dengan pikiran kacau, tidak tahu harus berkata apa. Tapi seperti sahabat bijak yang berkata, “Coba ceritakan ulang pelan-pelan. Apa yang sebenarnya kamu rasakan?”, Doa Bapa Kami menolong kita mengurutkan isi hati.

Bayangkan Tuhan bertanya:

  • “Siapa Aku bagimu?” → Bapa kami di surga.
  • “Apa yang paling kamu rindukan?” → Nama-Mu dimuliakan, kehendak-Mu jadi.
  • “Apa yang kamu butuhkan sekarang?” → Roti, pengampunan, perlindungan.
  • “Mengapa kamu yakin Aku mendengarmu?” → Karena Engkau berkuasa dan layak dimuliakan.

Doa ini menyentuh hati kita secara mendalam karena ia merangkum isi hati anak kepada Bapanya.

Ilustrasi: Seperti gambar anak-anak yang menyembunyikan bentuk tertentu. Awalnya kita tak melihat apa-apa, tapi saat kita tahu gambarnya, bentuk itu menjadi jelas. Doa Bapa Kami seperti itu—semakin kita menggunakannya, semakin terlihat betapa dalam dan indahnya doa ini.

Doa Adalah Sekolah Seumur Hidup

Doa Bapa Kami bukan sekadar pelajaran pertama. Ini adalah landasan semua pelajaran doa. Kita tidak akan pernah selesai belajar dari doa ini.

Jika Anda merasa buntu dalam berdoa, ulangi satu permintaan sederhana para murid itu:

“Tuhan, ajarilah aku berdoa.”

Itu adalah langkah awal yang paling jujur dan paling kuat.

 

Sumber bacaan: Praying The Lord’s Prayer oleh J.I. Packer

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.