Laman

15 July 2025

DOA BAPA KAMI: Jangan Membawa Kami Dalam Pencobaan (VI)

 

Memohon Perlindungan dari Pencobaan

Setelah meminta rezeki dan pengampunan dalam doa, permohonan berikutnya dalam Doa Bapa Kami adalah perlindungan, yang merupakan salah satu kebutuhan mendasar manusia. Permohonan ini terdiri dari dua bagian: “Janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari yang jahat” (yang dapat merujuk pada dosa, kesulitan, atau bahkan kuasa jahat yang memanfaatkan tantangan hidup untuk mendorong kita ke dalam dosa). Meskipun terdiri dari dua kalimat, keduanya mengungkapkan satu pesan utama: “Kehidupan ini penuh dengan ancaman rohani; di tengah bahaya tersebut, kami tidak mampu mengandalkan kekuatan sendiri; Tuhan, lindungilah kami.” Doa ini mencerminkan pandangan hidup yang ditemukan dalam kitab Mazmur, yang ditandai dengan sikap realistis, rendah hati, dan ketergantungan penuh pada Tuhan—sesuatu yang perlu kita teladani.

Ujian dalam Kehidupan

Konsep bahwa Tuhan dapat membawa umat-Nya ke dalam “pencobaan” sering kali membingungkan atau bahkan mengejutkan. Namun, istilah “pencobaan” di sini lebih tepat dipahami sebagai “ujian” atau “cobaan”—yaitu, situasi yang mengungkap sejauh mana kita mampu memilih yang benar dan menolak yang salah. Bayangkan ujian ini seperti tes mengemudi, yang dirancang untuk mengevaluasi kemampuan kita melakukannya dengan baik. Dalam konteks rohani, ujian serupa diperlukan untuk mengukur pertumbuhan iman kita. Lulus dalam ujian semacam ini dapat memotivasi kita untuk terus bertumbuh. Dalam rencana Tuhan, ujian rohani memiliki tujuan positif: untuk memperkuat iman dan membantu kita berkembang. Contohnya, Tuhan menguji Abraham dengan memintanya mengorbankan Ishak (Kejadian 22:1, 18), dan setelah Abraham menunjukkan ketaatannya, Tuhan memberikan janji berkat yang besar. Ujian ini menunjukkan isi hati kita dan sejauh mana kita telah bertumbuh dalam iman.

Mengapa Berdoa agar Terhindar dari Pencobaan?

Jika ujian memiliki manfaat rohani, mengapa kita diajarkan untuk memohon agar terhindar darinya? Ada tiga alasan utama. Pertama, setiap kali Tuhan menguji kita untuk kebaikan kita, Setan—yang disebut “si pencoba” (Matius 4:3; 1 Tesalonika 3:5)—berusaha memanfaatkan situasi tersebut untuk menjerumuskan kita. Alkitab memperingatkan bahwa Iblis “berkeliling seperti singa yang mengaum, mencari mangsa untuk ditelannya” (1 Petrus 5:8). Dari pengalaman-Nya di padang gurun, Yesus mengetahui kelicikan Setan dan memperingatkan kita untuk tidak meremehkannya atau sengaja mencari masalah dengannya.
Kedua, ujian rohani sering kali membawa beban yang berat, sehingga wajar jika kita ingin menghindarinya, sebagaimana kita menghindari pikiran tentang penyakit serius. Yesus sendiri, di Taman Getsemani, berdoa, “Bapa, lepaskan Aku dari cawan ini,” meskipun Ia menyerahkan diri pada kehendak Bapa (Matius 26:39). Pencobaan bukanlah pengalaman yang menyenangkan.
Ketiga, kesadaran akan kerapuhan kita—sifat keras kepala, kelemahan rohani, dan kerentanan terhadap godaan—mendorong kita untuk berdoa dengan rendah hati: “Tuhan, jika mungkin, hindarkan aku dari ujian! Aku tidak ingin jatuh ke dalam dosa dan mencemarkan nama-Mu.” Meskipun pencobaan adalah bagian dari kehidupan, hanya orang yang kurang bijaksana yang menginginkannya. Seperti nasihat Paulus, “Barang siapa yang menyangka dirinya berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh” (1 Korintus 10:12).

Kewaspadaan dan Doa

Yesus mengingatkan murid-murid-Nya di Getsemani, “Berjagalah dan berdoalah, supaya kamu tidak jatuh ke dalam pencobaan; roh memang bersedia, tetapi daging lemah” (Matius 26:41). Pernyataan ini muncul di tengah pergumulan batin Yesus menghadapi salib, sementara murid-murid-Nya tertidur meskipun diminta untuk berjaga dan berdoa. Doa “janganlah membawa kami ke dalam pencobaan” menuntut kesiapan kita untuk tetap waspada dan berdoa agar tidak terjebak dalam godaan tanpa disadari.
“Berjaga” berarti bersikap seperti prajurit yang selalu waspada terhadap ancaman musuh. Kita perlu mengenali situasi, hubungan, atau pengaruh yang dapat menyeret kita ke dalam pencobaan, dan menghindarinya sebisa mungkin. Seperti yang pernah dikatakan Martin Luther, kita tidak bisa menghentikan burung terbang di atas kepala kita, tetapi kita bisa mencegah mereka membuat sarang di rambut kita. Kenali apa yang membahayakan imanmu, dan jangan bermain-main dengan itu!
“Berdoa” berarti memohon kekuatan Tuhan untuk tetap setia, bahkan ketika hati kita merasa berat atau godaan menggoda kita untuk menyimpang, sebagaimana Yesus mencontohkan dalam doa-Nya.

Menghadapi Pencobaan dengan Iman

Meskipun pencobaan tidak dapat dihindari sepenuhnya karena merupakan bagian dari pertumbuhan rohani kita (Yakobus 1:2-12), kita dapat memohon perlindungan Tuhan dan mempersiapkan diri dengan kewaspadaan serta doa. Dengan berdoa untuk dihindarkan dari pencobaan dan melawan taktik Setan, kita akan menghadapi lebih sedikit godaan daripada yang seharusnya terjadi (Wahyu 3:10). Ketika pencobaan datang, Tuhan menjanjikan kekuatan untuk menghadapinya (1 Korintus 10:13) dan kuasa untuk menjaga kita dari kejatuhan (Yudas 24). Oleh karena itu, janganlah lengah dengan tidak mempersiapkan diri, tetapi juga jangan nekat mencari pencobaan. Saat kita merasa aman, berdoalah, “Janganlah membawa kami ke dalam pencobaan.” Saat godaan melanda, berdoalah, “Bebaskanlah kami dari yang jahat.” Dengan demikian, kita dapat menjalani kehidupan iman dengan baik, mengandalkan Tuhan untuk memimpin dan melindungi kita.

Menghadapi Pencobaan dan Ujian Rohani

Dalam perjalanan iman, pencobaan dan ujian adalah bagian tak terpisahkan yang menguji keteguhan hati dan ketaatan kita kepada Tuhan. Doa Bapa Kami, khususnya permohonan “Janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari yang jahat” (Matius 6:13), mencerminkan kerendahan hati dan ketergantungan penuh pada Tuhan di tengah ancaman rohani. Doa ini selaras dengan pengajaran Alkitab tentang kewaspadaan dan kebergantungan pada firman Tuhan, sebagaimana terlihat dalam kisah Hawa (Kejadian 3:1-7), Abraham (Kejadian 22:1-19), dan Yesus (Lukas 4:1-15). Ketiga kisah ini menggambarkan dinamika pencobaan dan ujian—baik yang bertujuan menghancurkan dari Setan maupun yang membangun dari Tuhan—serta pelajaran penting tentang bagaimana kita dapat menghadapinya dengan iman dan ketaatan.

Pencobaan dan Ujian: Pengertian dan Tujuan

Secara teologis, “pencobaan” (atau “ujian” dalam beberapa terjemahan) merujuk pada situasi yang menguji kemampuan kita untuk bertindak benar dan menolak yang salah. Dalam Alkitab, ujian dari Tuhan bertujuan positif: untuk menguatkan iman dan memajukan pertumbuhan rohani, seperti terlihat dalam kisah Abraham. Sebaliknya, pencobaan dari Setan dirancang untuk menyesatkan dan menghancurkan, seperti yang dialami Hawa dan Yesus. Doa “janganlah membawa kami ke dalam pencobaan” mencerminkan kesadaran akan kelemahan manusia dan bahaya rohani yang mengintai, mendorong kita untuk memohon perlindungan Tuhan dengan rendah hati.

Pencobaan Hawa: Bahaya Ketidaktaatan

Kisah Hawa dalam Kejadian 3:1-7 menggambarkan pola dasar pencobaan oleh Setan. Ular, yang diidentifikasi sebagai Setan (Wahyu 12:9), memulai dengan mempertanyakan firman Tuhan: “Apakah Allah benar-benar berfirman...?” (Kejadian 3:1). Ia kemudian mendistorsi kebenaran dan menawarkan janji palsu tentang kebijaksanaan dan otonomi jika Hawa memakan buah terlarang. Hawa tergoda oleh “nafsu mata, nafsu daging, dan keangkuhan hidup” (lihat 1 Yohanes 2:16), yang membawanya pada ketidaktaatan. Menurut John MacArthur, dosa Hawa berakar pada ketidakpercayaan terhadap kebaikan dan otoritas Tuhan, yang dimanipulasi oleh Setan melalui keraguan dan kebohongan. Wayne Grudem menambahkan bahwa godaan untuk “menjadi seperti Tuhan” mencerminkan akar semua dosa: keinginan untuk otonomi yang semu. Kisah ini mengajarkan kita untuk waspada terhadap taktik Setan yang sering kali dimulai dengan keraguan halus terhadap firman Tuhan dan dorongan untuk mengutamakan keinginan pribadi di atas ketaatan.

Ujian Abraham: Kekuatan Iman

Berbeda dengan pencobaan Hawa, ujian Abraham dalam Kejadian 22:1-19 berasal dari Tuhan dan bertujuan untuk menguatkan iman serta menegaskan ketaatannya. Tuhan memerintahkan Abraham untuk mempersembahkan Ishak, anak yang dijanjikan, sebagai korban bakar—perintah yang tampak bertentangan dengan janji Tuhan tentang keturunan melalui Ishak (Kejadian 17:19). Dengan iman, Abraham menaati, percaya bahwa Tuhan mampu membangkitkan Ishak dari kematian (Ibrani 11:19). Tuhan menghentikan Abraham dan menyediakan domba jantan sebagai gantinya, menegaskan kesetiaan-Nya pada janji-Nya. D.A. Carson menjelaskan bahwa ujian ini bukan untuk mengungkap sesuatu yang tidak diketahui Tuhan, melainkan untuk menunjukkan iman Abraham bagi kebaikannya sendiri dan generasi mendatang. John Piper menambahkan bahwa ketaatan Abraham didasarkan pada keyakinan akan kuasa dan kesetiaan Tuhan. Kisah ini mengajarkan bahwa ujian dari Tuhan, meski sulit, bertujuan untuk memperkuat iman dan memuliakan Tuhan, serta menunjuk pada pengorbanan Kristus sebagai “Anak Domba” (Yohanes 1:29).

Pencobaan Yesus: Teladan Kemenangan

Dalam Lukas 4:1-15, Yesus menghadapi pencobaan Setan di padang gurun setelah berpuasa 40 hari. Setan menyerang identitas Yesus sebagai Anak Allah melalui tiga godaan: mengubah batu menjadi roti, menawarkan kuasa duniawi, dan meminta Yesus melompat dari Bait Allah untuk membuktikan perlindungan Tuhan. Yesus menolak setiap godaan dengan mengutip Kitab Suci (Ulangan 8:3, 6:13, 6:16), menunjukkan bahwa firman Tuhan adalah senjata utama melawan pencobaan. R.C. Sproul menegaskan bahwa kemenangan Yesus menunjukkan kecukupan firman Tuhan dan kemampuan-Nya untuk memahami pergumulan kita sebagai manusia (Ibrani 4:15). Darrell L. Bock menambahkan bahwa pencobaan ini menargetkan misi mesianik Yesus, namun ketaatan-Nya kepada Bapa memastikan kemenangan-Nya. Sebagai “Adam Kedua” (1 Korintus 15:45), Yesus berhasil di mana Hawa gagal, memberikan teladan bagi kita untuk melawan godaan dengan kebenaran Alkitab dan ketergantungan pada Roh Kudus.

Ketiga kisah mengenai pencobaan ini memberikan pelajaran praktis untuk menghadapi pencobaan dan ujian:

  1. Berpaut pada Firman Tuhan: Hawa gagal karena mengabaikan perintah Tuhan, sementara Yesus menang dengan mengutip Kitab Suci. Menghafal dan menerapkan Alkitab membantu kita melawan kebohongan Setan.
  2. Iman dalam Ketidakpastian: Abraham menunjukkan bahwa iman pada kesetiaan Tuhan memungkinkan ketaatan, bahkan ketika perintah-Nya tampak sulit.
  3. Kewaspadaan dan Doa: Doa Bapa Kami mengajarkan kita untuk memohon perlindungan dan kekuatan, sementara kewaspadaan membantu kita menghindari jebakan rohani.
  4. Ketergantungan pada Tuhan: Meski pencobaan tidak dapat dihindari sepenuhnya (1 Korintus 10:13), Tuhan berjanji untuk memberikan kekuatan dan jalan keluar, serta menjaga kita dari kejatuhan (Yudas 24).

Pencobaan dan ujian rohani adalah bagian dari kehidupan iman, tetapi hasilnya bergantung pada respons kita terhadap Tuhan dan firman-Nya. Hawa mengingatkan kita akan bahaya ketidaktaatan, Abraham menunjukkan kekuatan iman, dan Yesus memberikan teladan kemenangan melalui ketergantungan pada Tuhan. Dengan berdoa “janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari yang jahat,” kita menyatakan kerendahan hati dan kebergantungan pada Tuhan. Dengan berjaga, berdoa, dan berpaut pada kebenaran Alkitab, kita dapat menghadapi pencobaan dengan keyakinan bahwa Tuhan setia untuk membebaskan dan meneguhkan kita (Wahyu 3:10).

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.