Laman

Showing posts with label pentakosta. Show all posts
Showing posts with label pentakosta. Show all posts

21 December 2016

QUO VADIS PENTAKOSTA (B)


Memperhatikan konteks yang lebih luas: “Diisi untuk Beraksi”
Ada sebuah pola yang dapat kita perhatikan dalam Kisah Para Rasul ini, yang akan menerangkan kepada kita tentang penekanan yang ingin ditunjukkan oleh Lukas sebagai penulisnya.

Kisah 4:8 “..penuh Roh Kudus..”
Kisah 4:13 “...keberanian Petrus dan Yohanes... keduanya orang biasa yang tidak terpelajar,...dan mereka mengenal keduanya sebagai pengikut Yesus.”

Kisah 4:29 “...berikanlah kepada hamba-hamba-Mu keberanian untuk memberitakan firman-Mu.”
Kisah 4:31 “..mereka semua penuh dengan Roh Kudus, lalu mereka memberitakan firman Allah dengan berani.

Kisah 9:17 “..Lalu pergilah Ananias ke situ dan masuk ke rumah itu. Ia menumpangkan tangannya ke atas Saulus, katanya: "Saulus, saudaraku, Tuhan Yesus, yang telah menampakkan diri kepadamu di jalan yang engkau lalui, telah menyuruh aku kepadamu, supaya engkau dapat melihat lagi dan penuh dengan Roh Kudus.

Kisah 9:28 “Dan Saulus tetap bersama-sama dengan mereka di Yerusalem, dan dengan keberanian mengajar dalam nama Tuhan
Kisah 13:2 “berkatalah Roh Kudus: "Khususkanlah Barnabas dan Saulus bagi-Ku untuk tugas yang telah Kutentukan bagi mereka.”

Kisah 13:9 “Tetapi Saulus, juga disebut Paulus, yang penuh dengan Roh Kudus, menatap dia,”
Kisah 13:46 “Tetapi dengan berani Paulus dan Barnabas berkata: "Memang kepada kamulah firman Allah harus diberitakan lebih dahulu..”

Dari kutipan beberapa ayat di atas, kita dapat melihat sebuah pola yang jelas yang menggambarkan tujuan Lukas menampilkan beberapa kejadian kepenuhan Roh Kudus pada masa gereja mula-mula. Saat Roh Kudus memenuhi kehidupan para murid, muncullah keberanian untuk mewartakan Injil, terlepas terjadi fenomena tanda kepenuhan yakni bahasa roh atau tidak. Hal ini terlihat relevan jika kemudian kita sejajarkan dengan pesan dari Tuhan Yesus sendiri mengenai kehadiran Roh Kudus setelah kenaikan-Nya ke surga.

“..tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu.
(Yohanes 14:26)

“Jikalau Penghibur yang akan Kuutus dari Bapa datang, yaitu Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa, Ia akan bersaksi tentang Aku.”
(Yohanes 15:26)

“Namun benar yang Kukatakan ini kepadamu: Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu. Dan kalau Ia datang, Ia akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman; akan dosa, karena mereka tetap tidak percaya kepada-Ku;”
(Yohanes 16:7-9)

“Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya itulah yang akan dikatakan-Nya dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang. Ia akan memuliakan Aku, sebab Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterimanya dari pada-Ku. Segala sesuatu yang Bapa punya, adalah Aku punya; sebab itu Aku berkata: Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterimanya dari pada-Ku.
(Yohanes 16:13-15)

“Maka kata Yesus sekali lagi: "Damai sejahtera bagi kamu! Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu." Dan sesudah berkata demikian, Ia mengembusi mereka dan berkata: "Terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada.
(Yohanes 20:21-23)

“Apabila orang menghadapkan kamu kepada majelis-majelis atau kepada pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa, janganlah kamu kuatir bagaimana dan apa yang harus kamu katakan untuk membela dirimu. Sebab pada saat itu juga Roh Kudus akan mengajar kamu apa yang harus kamu katakan.”
(Lukas 12:11-12)

“Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.
(Kisah Rasul 1:8)

Tuhan Yesus sendiri membawa murid-murid-Nya (juga termasuk kita di zaman modern ini) untuk melihat nilai tujuannya, dan bukan lagi sekedar fenomena dari diutusnya Roh Kudus untuk menguasai kehidupan orang percaya. Jadi sangatlah naif dan sempit jika kita mengartikan kepenuhan Roh Kudus hanya dengan dimilikinya karunia-karunia roh atau tidak. Kepenuhan Roh Kudus berbicara lebih dari itu.

Kita dapat melihat dalam catatan sejarah mengenai kehidupan jemaat Kristen mula-mula. Keberanian mereka untuk menghadapi kematian sekalipun, demi mengabarkan berita keselamatan yang telah merubah hidup mereka secara mendasar. Berbicara mengenai kepenuhan Roh Kudus yang relevan dalam kehidupan sehari-hari, Kisah Rasul 2:47 harusnya menjadi ayat acuan kita. Dalam ayat tersebut, tabib Lukas menuliskannya dengan tepat, yakni “Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan.” Mengulang sedikit mengenai pengertian tentang kata disukai yang telah disinggung di atas, kata ini bermakna dapat dinikmati dan diterima oleh masyarakat di sekitarnya. Dan sebagai hasilnya, jumlah jemaat gereja mula-mula terus bertambah dengan luar biasa. Dari angka 3000 orang, kemudian ditambah 5000 orang laki-laki (Kisah Rasul 4:4), dan kemudian dalam Kisah Rasul 9:31 tertulis demikian “Selama beberapa waktu jemaat di seluruh Yudea, Galilea dan Samaria berada dalam keadaan damai. Jemaat itu dibangun dan hidup dalam takut akan Tuhan. Jumlahnya makin bertambah besar oleh pertolongan dan penghiburan Roh Kudus.

Kekristenan berkembang dengan dahsyat setelah Roh Kudus memenuhi kehidupan para murid Tuhan Yesus kala itu. Kehidupan yang berubah secara menyeluruh tersebut rupanya menginspirasi banyak orang. Kehidupan jemaat Kristen mula-mula adalah bentuk kehidupan yang dapat diterima bahkan dinikmati oleh orang-orang yang belum percaya. Kehidupan yang diubahkan, ditambah dengan mujizat yang kala itu berguna untuk menunjukkan kuasa Tuhan kepada orang yang belum percaya, membuat kekristenan “meledak” dan berpengarus secara masif.

Kesimpulan: “Pergilah dan Tuailah” adalah arah perjalanan Pentakosta
Tuhan Yesus bersabda dalam Yohanes 4:35 “Lihatlah sekelilingmu dan pandanglah ladang-ladang yang sudah menguning dan matang untuk dituai.” Fenomena Pentakosta yang dialami para murid di Yerusalem tersebut adalah bentuk tindak lanjut dari sabda Tuhan Yesus itu. Mulai dari momen Pentakosta di Yerusalem tersebut, kekristenan tersebar ke seluruh penjuru dunia. Kekristenan berdampak sangat besar saat itu dengan jumlah pengikut yang semakin bertambah banyak, hingga dianggap sebagai “gerakan radikal” yang membuat para kaisar Roma khawatir. Walaupun pada kenyataannya kekristenan hanyalah pergerakan rohani dan bukan sebuah pergerakan politik, hal itu membuat kekristenan dimusuhi dan dilawan dengan kekuatan fisik. Itulah yang menyebabkan orang-orang Kristen kala itu mengalami penganiayaan. Perlu kita ingat bahwa penganiayaan yang dialami gereja mula-mula tidaklah menghentikan mereka untuk hidup dalam keimanan kepada-Nya dan terus bersaksi tentang Kristus.

Amanat Agung Tuhan Yesus memerintahkan kita untuk PERGI dan menjadikan semua suku bangsa murid-Nya. Pribadi Roh Kudus, sang Parakletos yang dijanjikan Tuhan Yesus dalam Yohanes 14:16-17 dan ayat 26 itulah, yang akan mengiringi langkah hidup kita dalam mengabarkan kesaksian tentang keselamatan yang diberikan Tuhan melalui pribadi Yesus Kristus. Saat kita mengaku sebagai seorang Kristen yang telah dipenuhi Roh Kudus, kita hendaknya tidak berpuas diri hanya karena sudah berbahasa roh.

Kepenuhan Roh Kudus secara esensial menunjuk kepada perubahan hidup yang radikal. Kepenuhan tersebut terlihat dari perubahan mendasar dalam pemikiran, perasaan dan pengambilan keputusan. Pribadi yang telah penuh Roh Kudus akan menunjukkan pola pikir yang dewasa dan tidak kekanak-kanakan. Secara emosional, pribadi yang telah penuh Roh Kudus juga akan menunjukkan kematangannya. Hal sederhana seperti menahan ledakan amarah, tidak berlarut-larut dalam kesedihan, juga tidak terlalu terbawa dalam kesenangan, akan dapat terlihat dengan jelas. Kematangan dalam pemikiran dan emosionalitas akan membawa perubahan besar dalam pengambilan keputusan seseorang.

Seseorang yang penuh Roh Kudus tidak lagi mengambil keputusan secara serampangan. Pribadi tersebut akan terlatih untuk memiliki pertimbangan-pertimbangan yang mendalam, karena pikirannya telah dikuasai oleh Roh Kudus. Dia memiliki tujuan yang jelas dalam mengambil keputusan. Tujuan tersebut adalah bahwa hasil dari keputusan tersebut adalah demi kemuliaan Tuhan. Dia akan berpikir dengan sehat dan terarah, tidak lagi mengutamakan dirinya sendiri, dan mampu melihat kebutuhan orang lain yang harus dia akomodir. Setiap buah pemikirannya, baik itu berkenaan dengan pribadinya atau untuk orang lain, akan membawa dampak kekekalan. Tujuan yang dibidik dari hasil tindakan tersebut adalah kehidupan kekal bersama Tuhan di surga. 

Orang yang penuh Roh Kudus tersebut juga tidak akan mengambil keputusan karena terlarut dalam perasaan. Kita tahu bahwa saat paling berbahaya dalam hal pengambilan keputusan, terutama yang berkenaan dengan masa depan, adalah saat keputusan tersebut diambil dalam kondisi emosional. Keputusan untuk membenci seseorang dan memutuskan tali persaudaraan, seringkali diambil saat kemarahan sedang berkuasa dalam hati seseorang. Memilih menikah dengan orang yang ternyata di kemudian hari tidak bertanggung jawab, biasanya diputuskan saat perasaan cinta menutupi pertimbangan logika dan masukan dari orang-orang tercinta. Roh Kudus akan mengontrol kita dalam aspek emosional ini.  

Roh Kuduslah yang akan menolong kita menyeimbangkan penggunaan logika dan perasaan. Hal tersebut tentunya tidak akan diperoleh hanya dari pengalaman kepenuhan Roh Kudus dalam semalam saja. Tuhan Yesus menegaskan bahwa Roh Kudus akan menyertai kita dalam hidup keseharian. Pribadi Roh Kudus akan mengajarkan dan mengingatkan kita akan kebenaran firman Tuhan (Yohanes 14:26) dan yang akan memimpin kita mengerjakan kebenaran firman Tuhan dalam keseharian dan dalam setiap aktivitas kita. (Yohanes 16:13-15). Dengan perananan Roh Kudus yang seperti ini, maka akan muncullah pribadi-pribadi Kristen yang unggul secara karakter. Pribadi dengan karakter yang unggul inilah yang akan berdampak besar dalam kehidupan dunia ini. Pribadi-pribadi inilah yang akan membawa orang-orang yang belum percaya, datang menyerahkan hidup mereka untuk percaya kepada Tuhan Yesus dan menjadi milik Tuhan seutuhnya. Seorang Kristen sejati yang telah dipenuhi Roh Kudus, akan mendedikasikan hidupnya untuk bersaksi tentang Kristus dalam perkataannya dan juga dalam tingkah lakunya. Dia juga akan MENUAI dan kemudian membawa jiwa-jiwa kepada Kristus. Biarlah intisari Pentakosta ini selalu kita hidupi dalam perkataan dan tingkah laku kita sehari-hari. Tuhan Yesus memberkati. (Selesai)
 

QUO VADIS PENTAKOSTA (A)



“But the Holy Spirit will come upon you and give you power. 
Then you will tell everyone about me in Jerusalem, in all Judea, in Samaria, and everywhere in the world.”
(Kisah Para Rasul 1:8 – CEV)

Ungkapan Domine quo vadis adalah pertanyaan Simon Petrus yang ditujukan kepada Tuhan Yesus, yang dicatat dalam terjemahan bahasa Latin Injil Yohanes 13:36. Frasa tersebut diterjemahkan dengan “Tuhan, ke manakah Engkau pergi?” dalam Alkitab Terjemahan Baru. Simon Petrus memiliki keinginan yang sangat kuat untuk mengikuti gurunya, kemanapun Dia pergi. Bahkan jika harus dibayar dengan nyawa demi mengikuti gurunya, Simon Petrus siap membayarnya (ayat 37). Namun demikianlah ironi yang sebenarnya terjadi. Waktu telah membuktikan bahwa saat Petrus mengatakan perkataan tersebut, dia tidaklah benar-benar memahami setiap konsekuensinya.

Fenomena Pentakosta dalam Kisah Rasul pasal 2, yang dialami para murid Tuhan Yesus saat di Yerusalem, mengawali berdirinya gereja Tuhan secara universal, yang tentunya bukanlah sekedar bangunan atau organisasi. Ledakan keberanian untuk mewartakan Injil terjadi dalam kehidupan para murid Yesus, yang sebelum peristiwa Pentakosta, mereka tidak memiliki keberanian tersebut. Itulah gerakan Pentakosta yang pertama. 

Pergerakan Pentakosta modern rupanya sudah tidak lagi mewarisi ledakan keberanian untuk mewartakan Injil seperti yang terjadi pada jemaat gereja mula-mula. Sekarang ini, semangat mewartakan injil tergantikan dengan euforia kegiatan ibadah yang hingar bingar, yang sebenarnya tidak memiliki dasarnya pada konsep gerakan Pentakosta, bahkan secara Alkitabiah sekalipun. Tulisan Quo Vadis Pentakosta ini berusaha memahami pesan mendasar dari Pentakosta dan juga mempertanyakan kembali arah pergerakan kita sebagai bagian dari gereja aliran Pentakosta.
  
Secuil Pentakosta dalam Perjanjian Lama
Pemaknaan terhadap hari raya Pentakosta rupanya mengalami perkembangan dari masa ke masa. Bagi orang Yahudi, hari itu penting dan merupakah sebuah keharusan, sebagaimana diperintahkan oleh Tuhan kepada mereka. Pentakosta adalah kata Yunani yang berarti “(hari) kelimapuluh.” Tibanya hari Pentakosta berarti berakhirnya tradisi perayaan selama tujuh minggu, di mana umat Israel merayakan Paskah. “Hari raya Tujuh Minggu, yakni hari raya buah bungaran dari penuaian gandum, haruslah kau rayakan, juga hari raya pengumpulan hasil pada pergantian tahun (Keluaran 34:22).” 

Perlu kita perhatikan bahwa dari sekian banyak perayaan yang dilakukan oleh orang Yahudi, maka hari raya Pentakosta merupakan perayaan terbesar, di mana pada saat itu merupakah hari yang penuh sukacita dan dimana mereka bersyukur kepada Allah atas segala kasih dan pemeliharaanNya, termasuk akan hasil panen tuaian gandum dan jelai. Karena itu, mereka akan datang kepada Allah dengan membawa korban syukur yang merupakan persembahan mereka kepada Allah, sekaligus menyatakan pengakuan mereka bahwa segala yang baik yang mereka terima, berasal dari Allah (baca dalam Ulangan 16:11 dan Imamat 23:17-20). Pentakosta sedianya merupakan hari perayaan panen, yang dalam istilah Ibrani dikenal dengan Shavuot. Catatan lain dalam PL mengenai hari raya ini ada dalam Keluaran 23:16 (hari raya menuai) dan Bilangan 28:26 (hari hulu hasil). Jadi yang perlu ditekankan disini adalah bahwa hari raya Pentakosta berhubungan dengan pertanian, khususnya hasil panen gandum dalam tradisi Israel.

Momentum Pentakosta Perjanjian Baru: Intisari Peranan Roh Kudus
Hari Pentakosta adalah hari yang penting bagi orang-orang Yahudi, demikian juga bagi orang Kristen. Dalam Perjanjian Baru kita membaca narasi dari Kisah Para Rasul bahwa hari Pentakosta merupakan hari turunnya Roh Kudus, di mana sejak hari Raya Pentakosta tersebut, Alkitab menunjukkan bahwa Roh Kudus bekerja secara penuh di dalam Gereja-Nya. Ini tidak berarti bahwa Roh Kudus belum bekerja sebelum hari raya Pentakosta tersebut, karena kita dengan jelas membaca dalam keempat Injil bahwa Roh Kudus sudah bekerja sebelum itu, baik pada waktu pembaptisan Yesus, pencobaan di padang gurun, dll (Matius 3:16; 4:1; Markus 1:10; Lukas 3:21-22; 4:1; Yohanes 1:32-33). 

Di dalam Perjanjian Lama, kita juga membaca bagaimana Roh memimpin para nabi, pada saat tertentu dan ketika mengerjakan tugas tertentu. Namun demikian, Alkitab menjelaskan bahwa kehadiran dan peran Roh Kudus tidak pernah dialami oleh umat Allah secara penuh sebagaimana terjadi pada hari Pentakosta, yaitu hari setelah Yesus menyelesaikan karya penyelamatan melalui kematian dan kebangkitan-Nya. Dalam pemahaman inilah kita memahami pernyataan Injil Yohanes berikut: “...sebab Roh itu belum datang, karena Yesus belum DIMULIAKAN (Yohanes 7:39b).” Kata “dimuliakan” sangat menonjol di dalam Injil Yohenes, di mana istilah itu mengacu kepada kematian Yesus (band. Yohanes 12:23-24). Dengan perkataan lain, Yohanes menegaskan relasi yang erat dan yang tidak terpisahkan antara karya Yesus yang telah diselesaikan melalui kematianNya, dengan turunnya Roh Kudus di hari Pentakosta.

Pentingnya hari Pentakosta tersebut dapat dilihat juga dari penegasan Yesus pada Kisah Rasul 1: 4-5. Pada ayat tersebut Tuhan Yesus, di satu pihak melarang rasul-rasul pergi meninggalkan Yerusalem. Di pihak lain, rasul-rasul diperintahkan untuk “menantikan janji Bapa.” Mengapa? Bukankah dari segi pengetahuan dan pengalaman, rasul-rasul telah mengenal siapa Yesus sesungguhnya dan telah hidup bersamaNya selama kira-kira tiga tahun? Ditinjau dari segi waktu, apakah tidak sebaiknya mereka segera pergi ke seluruh dunia untuk mengabarkan injil? Tuhan Yesus melarang mereka karena semua pengetahuan dan pengalaman itu harus disertai dengan hadirnya Roh Kudus dalam diri mereka. Hal itu ditegaskan Tuhan Yesus pada Kisah 1:8 “Kamu akan menerima kuasa kalau Roh Kudus turun ke atas kamuDan kamu akan menjadi saksiKu di Yerusalem... sampai ke ujung bumi.” Itulah sebabnya mereka diperintahkan untuk menantikan janji Bapa akan turunnya Roh Kudus di hari Pentakosta (Kisah 2)

Banyak jemaat gereja-gereja Pentekosta dan Kharismatik seringkali memaknai hari raya Pentakosta hanya didasarkan pada penggalan laporan Lukas mengenai peristiwa yang tercatat dalam Kisah Para Rasul pasal 2, yakni ayat 1-11. Menurut laporan Lukas, pada saat itu para murid yang berkumpul di sebuah loteng di Yerusalem menerima karunia Roh Kudus yang turun ke atas setiap mereka dalam bentuk seperti lidah api. Peristiwa tersebut dilanjutkan dengan pujian mereka terhadap perbuatan Tuhan yang ajaib, yang secara fenomenal dilantunkan dalam beberapa bahasa yang berbeda, yang tidak mereka kuasai sebelumnya. Jika kita berhenti pada bagian ini – fenomena bahasa roh yang popular di kalangan gereja Pentakosta dan Kharismatik –, maka kita tidak akan mendapatkan pesan yang sesungguhnya, yang ingin disampaikan oleh tabib Lukas dalam catatannya tersebut. Tanpa bermaksud menafikan nilai penting dari fenomena bahasa roh itu, tabib Lukas ingin menunjukkan hal yang lebih besar, lebih penting dan sifatnya lebih mendasar. 

Dalam Kisah Rasul 2:14-47, Lukas mencatat tentang dampak besar yang terjadi karena fenomena bahasa roh tersebut. Dalam kuasa dan kepenuhan Roh Kudus, Rasul Petrus berkhotbah memberi penjelasan mengenai latar belakang terjadinya fenomena itu. Ia memberitakan pribadi Yesus Kristus, Allah yang turun ke dalam dunia, mengambil rupa sebagai manusia biasa, yang disalibkan demi menebus dosa manusia, dan yang telah bangkit mengalahkan maut pada hari ketiga, serta yang telah naik kembali ke surga. Dampak dari khotbah, atau bahkan bisa kita katakan sebuah kesaksian, yang dipenuhi kuasa Roh Kudus tersebut sangatlah masif. Kurang lebih ada 3000 orang menyerahkan hidup mereka kepada Tuhan Yesus dan memberi diri dibabtis.

Tidak berhenti sampai disitu, jiwa-jiwa baru ini mulai bertekun dalam didikan dan pengajaran para rasul. Ketekunan dalam pengajaran inilah yang membawa perubahan besar dan mendasar pada kehidupan mereka. Mereka menjadi pribadi yang berdampak besar dalam tindakan dan kesaksian. Kehidupan lama mereka yang telah diubahkan oleh kuasa Roh Kudus tersebut rupanya menarik simpati dari orang-orang di sekitar mereka. Mereka menjadi pribadi-pribadi yang “disukai” – kata ini juga memiliki makna diterima dan dinikmati keberadaannya – sehingga setiap hari ada orang-orang baru yang menjadi percaya kepada Tuhan Yesus karena melihat kehidupan mereka ini (Kisah 2:47).

Sebuah Ironi Pentakosta Modern: “Pencitraan”
Anda melihat benang merah dari peristiwa Pentakosta ini bukan? Ya. Secara garis besar, Pentakosta dalam awal sejarah Israel hingga dalam zaman Perjanjian Baru, tetap membicarakan hal yang sama: Sukacita dan ucapan syukur karena pemeliharaan Tuhan dalam PENUAIAN. Inilah nilai inti dari Pentakosta dalam perspektif kekristenan. Ironisnya, banyak orang Kristen yang justru hanya berfokus pada fenomena bahasa roh atau karunia-karunia Roh Kudus saja, dan melupakan nilai inti yang sesungguhnya. Kebanyakan orang Kristen lebih mengejar karunia berbahasa roh, daripada bersaksi dalam urapan Roh Kudus untuk membawa jiwa-jiwa datang kepada Kristus, seperti yang telah dilakukan oleh Rasul Petrus kala itu. Hal ini jelas sudah sangat menyimpang dari semangat Pentakosta yang ditunjukkan oleh komunitas gereja mula-mula.

Kekristenan yang salah fokus ini dapat dikatakan sebagai kekristenan yang sombong, yakni kekristenan yang mengejar tampilan luar atau pencitraan saja. Jika dalam sebuah persekutuan atau ibadah, seorang terlihat berkata-kata dalam bahasa roh, hal itu tentunya akan menarik perhatian orang lain. Suatu anggapan yang dimiliki oleh orang Kristen, yang kebanyakan berasal dari aliran pentakosta dan karismatik, tentang seseorang yang memiliki karunia bahasa roh adalah mereka mendapat predikat sebagai orang yang lebih rohani, lebih suci, lebih layak melayani di mimbar gereja dan lebih dewasa secara iman.

Menegaskan kembali makna “Penuh dengan Roh Kudus”
Dalam Kisah Rasul 2:4, tabib Lukas menarasikan demikian “Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya.” Kata penuhlah dalam bahasa aslinya menggunakan kata Yunani eplesthesan (aorist – pasif – indikatif – orang ketiga – jamak), sebenarnya diterjemahkan dengan “mereka dulu pernah dipenuhi,” yang memiliki makna bahwa peristiwa kepenuhan tersebut bersifat fenomenal, unik, khusus hanya terjadi kepada mereka saat itu saja. Tidak ada kesan berkelanjutan dari peristiwa kepenuhan yang dilanjutkan dengan berbahasa roh tersebut. Memang dalam catatan Kisah Para Rasul sendiri menyebutkan beberapa peristiwa terjadinya kepenuhan Roh Kudus yang beberapa diikuti dengan fenomena bahasa roh. Namun hal tersebut lantas tidak memutlakkan bahwa fenomena bahasa roh selalu menjadi tanda awal, saat kepenuhan Roh Kudus terjadi dalam diri orang percaya kala itu, walaupun disaat yang sama harus diakui bahwa kemungkinan itu juga ada.

Tabib Lukas beberapa kali menuliskan fenomena bahasa roh terjadi, pada masa gereja mula-mula. Kisah Rasul 10:46, yakni pada waktu Kormelius dari Kaisarea mengundang Petrus ke rumahnya, atas petunjuk malaikat Tuhan yang menjumpai Kornelius. Semua orang yang mendengarkan pemberitaannya, dipenuhi dengan Roh Kudus dan kemudian berbahasa roh. Kisah Rasul 19:6 juga mengisahkan disaat Paulus menumpangkan tangan kepada dua belas orang di Efesus yang sebelumnya telah menerima babtisan dari Yohanes Pembabtis. Keduabelas orang tersebut berbahasa roh dan kemudian juga bernubuat. 

Dalam Kisah Rasul 4:31, tabib Lukas menulis bagaimana kelompok orang percaya mengalami kepenuhan Roh Kudus. Suasana yang mirip dengan peristiwa Pentakosta pertama dalam pasal 2:1 terjadi. “..goyanglah tempat mereka..” Dalam bagian tersebut, tabib Lukas tidak mencatat terjadinya apakah bahasa roh terjadi atau tidak. Memang tidak bisa disangkal adanya kemungkinan bahwa fenomena berbahasa roh terjadi di kala itu. Beberapa tradisi mempercayai bahwa pada waktu itu kemungkinan mereka berbahasa roh juga. Namun tentunya Lukas juga memiliki alasan jika kemudian tidak menuliskannya dalam bagian ini.

Makna “penuh Roh Kudus” yang relevan dengan kehidupan kekristenan
Dalam modul kamus E-Sword versi 8.0.6, The Complete Word Study Dictionary (© 1992 By AMG International, Inc. Chattanooga, TN 37422, U.S.A. Revised edition, 1993), kata penuhlah (eplesthesan – yun.) diterangkan memiliki arti harafiah memenuhi atau mengisi. Matius 27:48 menggunakan kata ini untuk menggambarkan kejadian ketika seorang prajurit memberi minum Yesus dengan menggunakan bunga karang (sponge – ingg.) yang lebih lugas dikenal juga dengan kata spons dalam bahasa Indonesia. Seperti prinsip spons inilah gambaran Roh Kudus yang memenuhi kehidupan orang percaya. Setiap ruang kosong dalam kehidupan seorang percaya, “diisi” oleh Roh Kudus. Hal tersebut akan membuat spons kehidupan seorang percaya mengembang sedemikian rupa. Sebuah gambaran bahwa pribadi Roh Kudus akan mengembangkan kualitas kehidupan seorang percaya. Tidak ada lagi celah kosong yang tersisa dari kehidupan kita yang tidak dikuasai oleh Roh Kudus. Tidak ada lagi celah bagi pemenuhan keinginan daging. Tujuan hidup kita akan berganti menjadi pemenuhan keinginan roh.

Secara metaforis, kata eplesthesan dipakai untuk menggambarkan dipenuhinya seseorang oleh sesuatu yang memiliki kesan yang kuat secara emosional, pemikiran, dan nilai-nilai, yang kemudian mempengaruhi tindakan dan pengambilan keputusan orang tersebut. Pengertian yang sama juga acapkali digunakan saat menunjukkan perasaan marah dan takut (band. Lukas 4:28; 5:26; 6:11; Kisah 3:10; 5:17; 13:45). Hal ini memberikan pengertian kepada kita bahwa saat Roh Kudus memenuhi seseorang, itu berarti Ia (seharusnya dapat) menguasai seluruh aspek kehidupan orang tersebut. Kepenuhan Roh Kudus berbicara tentang kehidupan yang tidak lagi dikuasai pikiran, perasaan dan kehendak untuk memuaskan diri sendiri. Kepenuhan Roh Kudus akan membawa seorang percaya untuk menghidupi tujuan yang lebih hakiki, yang lebih ilahi, yakni tujuan hidup yang sesuai dengan rancangan Tuhan dalam kehidupannya. (bersambung)