Laman

21 February 2016

MENGHADAPI PENDERITAAN SEBAGAI KONSEKUENSI IMAN (Renungan dari kitab Wahyu 2:8-11)

Saudara, tentu kita semua seringkali mendengar pemberitaan tentang Islamic State (IS) atau mungkin lebih dikenal dengan nama ISIS. Mereka adalah kelompok militan radikal yang ingin mendirikan sebuah negara Islam di wilayah Iraq dan Siria. Demi menjalankan rencana tersebut, mereka menggunakan cara-cara yang kejam dan sadis. Sampai hari ini mereka telah banyak membunuh orang-orang yang berseberangan paham dan kepercayaan dengan mereka. Beberapa waktu yang lalu, para militan ISIS telah menyandera 230 orang Kristen Siria. 230 orang tersebut terdiri dari 51 anak-anak, 84 orang wanita, dan 95 pria (sumber: europe.newsweek.com, 1 Mei 2015, pukul 2:44 PM). Para sandera ini telah ditangkap ISIS sejak bulan Februari lalu. Demi membebaskan mereka penduduk Siria telah mengumpulkan uang untuk menebus mereka. Uang yang telah terkumpul sebesar 1,1 juta dolar Amerika. Sebuah angka yang fantastis. Namun diluar dugaan, kelompok ISIS menolak uang tebusan tersebut. Alasan mereka menolak uang itu karena mereka berharap dengan menyandera 230 orang tersebut, meraka dapat menarik perhatian yang besar dari negara-negara barat. Kondisi saudara-saudara seiman di Siria tersebut tentunya harus terus kita doakan. Mereka berada dalam tekanan yang luar biasa demi mempertahankan iman mereka kepada Tuhan Yesus Kristus.
Bentuk-bentuk tekanan seperti itu sebenarnya kita dapati juga di Indonesia, walaupun tidak seekstrem kondisi di Timur Tengah tersebut. Saudaraku, tentunya kita bertanya-tanya bukan? Kenapa mereka, dan mungkin juga kita, diijinkan Tuhan mengalami penderitaan yang sedemikian berat? Saudaraku, kadangkala penderitaan harus kita alami sebagai konsekuensi ketika kita mempertahankan iman Kristen kita. Lantas, Apa yang Tuhan ingin kita lakukan ketika penderitaan tersebut datang sebagai konsekuensi kita mempertahankan iman Kristen kita?

I.     Tuhan ingin supaya kita tidak takut, karena penderitaan yang kita alami bersifat sementara (ayt. 10a).
Saudaraku, saya rasa rasa takut adalah perasaan yang normal dialami oleh banyak orang saat sedang mengalami ancaman bahaya. Bahkan, kita pun tentu akan merasa takut saat kita berada di posisi yang sama seperti saudara-saudara seiman kita yang ada di Siria dan Iraq tersebut, yang karena mempertahankan iman mereka kepada Kristus, nyawa mereka menjadi taruhannya.
Alkitab menyatakan dalam jemaat Smirna juga mengalami tekanan yang hebat. Wahyu 2:9 menyinggung tentang kondisi yang dihadapi oleh jemaat Smirna tersebut demikian:
“Aku tahu kesusahanmu dan kemiskinanmu--namun engkau kaya--dan fitnah mereka, yang menyebut dirinya orang Yahudi, tetapi yang sebenarnya tidak demikian: sebaliknya mereka adalah jemaah Iblis.”
Kala itu di Smirna, sekarang ini adalah kota Ishmir – Siria, Yudaisme dianggap sebagai sebuah sekte kuno yang lebih dulu ada. Mereka juga memiliki pengaruh yang kuat sehingga pemerintahan Roma mengijinkan mereka untuk tidak terlibat dalam aktifitas religius Romawi, yang biasanya diharuskan bagi negara jajahannya. Pemerintah Roma tidak terlalu berusaha untuk mengetahui bahwa sebenarnya kekristenan dan Yudaisme memiliki akar yang sama. Hal tersebut menjadikan jemaat Kristen di Smirna terhimpit oleh peraturan Roma. Oleh pemerintahan Romawi, mereka diharuskan terlibat dalam upacara penyembahan dewa-dewa Roma, namun jemaat Kristen ini menolak. Penolakan orang Kristen inilah yang kemudian membuat mereka dianiaya. Saat itu, jika masyarakat mengetahui bahwa seseorang adalah pengikut Kristus, mereka akan ditangkap, dianiaya atau mereka akan dikucilkan dari masyarakat. Para pedagang Kristen kemungkinan diboikot barang dagangannya sehingga tidak ada yang mau membeli barang mereka. Sehingga banyak dari mereka menjadi jatuh miskin.
Merupakan sebuah penghiburan bagi jemaat Smirna bahwa Kristus mengetahui semua penderitaan mereka: Aku tahu kesusahanmu dan kemiskinanmu--namun engkau kaya! Selain menderita aniaya, mereka juga mengalami kemiskinan. Kata Yunani dari kemiskinan yang diugunakan dalam ayat 9 ini berarti sebuah kondisi miskin yang sangat parah. Namun walaupun sangat miskin, mereka kaya akan janji-janji yang Kristus berikan kepada mereka. Mereka dianiaya tidak hanya oleh orang kafir penyembah berhala, tapi juga oleh orang Yahudi. Sedangkan kata kesusahan berarti hidup dalam penganiayaan dan kesulitan yang begitu menghimpit. Penganiayaan menghasilkan kemiskinan karena pekerjaan dan sumber-sumber penghasilan jemaat dirampas. Jadi orang percaya di Smirna mungkin telah mengalami penyitaan harta benda.
Rupanya jemaat Yahudi setempat disebut oleh Tuhan – dalam penglihatan Rasul Yohanes yang diterima rasul Yohanes di pulau Patmos tersebut – sebagai jemaah Iblis. Hal tersebut dapat kita bandingkan dalam pasal 3:9. Setan disebut dalam empat dari tujuh surat: 2:9, 13, 24; 3:9. Dalam sejarah gereja, penganiayaan yang keras justru dilakukan oleh orang-orang beragama.
Kalimat “sapaan” Tuhan Yesus kepada jemaat Smirna di atas bermakna bahwa Tuhan Yesus sepenuhnya menyadari kesusahan dan kemiskinan orang Kristen di sana yang harus bertekun karena nama Kristus.
Kita melihat di ayat 10, Tuhan Yesus menyerukan kepada jemaat Smirna Jangan takut terhadap apa yang harus engkau derita! Sesungguhnya Iblis akan melemparkan beberapa orang dari antaramu ke dalam penjara supaya kamu dicobai dan kamu akan beroleh kesusahan selama sepuluh hari.Rata-rata penafsir Alkitab setuju bahwa arti dari frasa sepuluh hari di bagian ayat ini adalah penganiayaan yang hanya sementara atau jangka waktu yang pendek. Jadi, disini kita melihat bahwa Tuhan ingin supaya kita tidak takut, karena penderitaan yang kita alami hanya akan bersifat sementara.
Saudaraku, tentunya kita semua pasti mengetahui proses kehamilan hingga pada saat persalinan bukan? Ibu-ibu pastilah sangat memahami hal ini. Dalam proses kehamilan, seorang ibu tentunya akan terus berusaha untuk merawat kandungannya selama kurang lebih sembilan bulan, hingga tiba saat untuk melahirkan. Nah, bagian persalinan inilah yang paling menegangkan dan sangat menakutkan karena resikonya yang sangat besar, yaitu kematian. Pada puncak proses persalinan, rasa sakit yang dialami oleh seorang wanita yang melahirkan begitu hebatnya. Kemudian saat sang bayi sudah dilahirkan, pastilah sang ibu akan mengalami kelegaan yang luar biasa. Penderitaan dan rasa sakit ibu tersebut seolah terbayar lunas saat mendengar tangis sang jabang bayi. Dengan rasa sakit yang luar biasa tersebut, kita patut bersyukur kepada Tuhan bukan, bahwa proses persalinan tidak memakan waktu yang sangat lama, hingga satu minggu misalnya…
Saudaraku, mungkin banyak diantara kita masih merasa takut saat membayangkan mengalami penderitaan seperti jemaat di Smirna, ditekan karena iman kepada Kristus. Itu adalah hal yang wajar. Namun kita telah melihat bersama bahwa tekanan dan penderitaan seperti itu hanya bersifat sementara saja. Seperti halnya jemaat Smirna, saat kita diijinkan oleh Tuhan mengalami penderitaan karena mempertahankan iman Kristen kita, kita akan menjadi pribadi yang kaya secara rohani.

II.  Tuhan ingin supaya kita tetap setia sampai mati, karena Dia akan memberikan kepada kita mahkota kehidupan (ayt. 10b).
Saudaraku, akhir-akhir ini kesetiaan adalah sebuah kualitas yang mulai langka. Selain dalam hal pernikahan, lunturnya kesetiaan juga mulai terlihat dalam hal keimanan. Banyak orang Kristen yang meninggalkan iman mereka demi hal-hal duniawi.
Dalam penderitaan mereka, jemaat Smirna didorong untuk “setia sampai mati.” Ketika para penganiaya tubuh mereka dapat merenggut tubuh jasmani, saat itulah jemaat akan menerima “mahkota kehidupan.” Rupanya hingga pada waktu surat tersebut diterima oleh jemaat Smirna, belum ada jemaat yang meninggal. Namun beberapa waktu kemudian, sejarah menuliskan bahwa Polikarpus yang adalah uskup dari gereja Smirna, mati sebagai martir pertama disana, yang tidak diragukan lagi disusul oleh banyak anggota jemaat yang lain.
Kesetiaan yang ditulis dalam bagian ayat 10 ini menggunakan kata πιστος, yang sebenarnya juga bermakna iman. Jadi dalam terjemahan bebas, kalimat setia sampai mati dapat kita pahami sebagai beriman (kepada Kristus) sampai mati. Berdasarkan denah Smirna, para penafsir tidak sulit melihat kaitan antara Mahkota Smirna dengan mahkota yang dijanjikan bagi para pengikut Kristus yang setia. Tetapi Tuhan Yesus berbicara tentang “mahkota kehidupan,” yang membuatnya berbeda dan penuh arti. Istilah “mahkota kehidupan” ini mungkin merupakan suatu idiom, muncul pula pada Yakobus 1:12 dan bisa diterjemahkan sebagai “mahkota, yaitu kepenuhan hidup.” Kata itu melambangkan “sukacita dan kegembiraan kemuliaan dan kekekalan yang paling tinggi.” Jika orang-orang kudus di Smirna membayar kesaksian Kristus dengan hidup mereka, maka mereka akan memperoleh hidup yang tidak bisa binasa dalam kemuliaan kekal.
Tuhan Yesus telah menunjukkan sebuah sikap kesetiaan yang luar biasa, yang harusnya kita teladani bersama. Tuhan Yesus tahu bahwa keberadaan-Nya di dunia adalah demi mewujudkan rencana Bapa-Nya, yakni rencana penebusan manusia dari dosa. Ada sebuah perjalanan yang panjang yang Ia tempuh. Ujung dari perjalananan tersebut juga sudah Ia ketahui, yakni siksaan dan kematian di kayu salib. Namun kita dapat melihat Kesetiaan Tuhan Yesus menjalani panggilan tersebut. Dalam surat Filipi 2:8-9, Rasul Paulus menuliskan demikian: “Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama,” Kesetiaan Tuhan Yesus terhadap keinginan Bapa-Nya inilah yang membuat Bapa meninggikan Dia dan mengaruniakan pada-Nya nama diatas segala nama.
Saudaraku, ada berapa banyak di antara kita yang sudah menikah? Ingkatkah Saudara akan janji pernikahan yang saudara ikrarkan pada waktu itu? Dihadapan Allah dan jemaat, saya.......menerima engkau........menjadi isteriku yang sah dan aku berjanji untuk setia baik dalam suka/duka, sehat/sakit, kaya/miskin sampai kematian memisahkan kita. Bukankah itu adalah sebuah janji setia yang indah, Saudara? Sebuah janji yang jika diwujudnyatakan akan membentuk sebuah keluarga yang harmonis dan penuh dengan kebahagiaan.
Demikian juga halnya dengan kita, Saudara. Kita juga harus setia kepada Tuhan, baik dalam suka atau duka, sehat atau sakit, kaya atau miskin. Ada banyak hal yang dunia tawarkanuntuk membeli iman kita. Apakah itu pangkat, jabatan, status sosial, kekayaan, atau pasangan hidup. Bahkan, dunia mungkin juga akan memaksa kita dengan kekerasan, supaya kiat meninggalkan iman Kristen kita. Akan tetapi Saudaraku, kita harus tetap setia dan berpegang teguh kepada Tuhan Yesus Kristus. Kita harus tetap setia beriman kepada Kristus, dan tidak akan menukarnya dengan apapun juga.
 Saudaraku, kita telah melihat bersama bahwa penganiayaan yang dialami oleh jemaat Smirna bukanlah karena mereka melakukan kesalahan, namun karena mereka bertahan untuk tetap beriman kepada Tuhan Yesus. Tuhan Yesus dalam kitab Matius pernah mengatakan bahwa mengikut Dia bukan membuat kita senang. Mengikut dia artinya menderita bagi dia. Penderitaan sudah pasti tidak bisa kita elakkan. Oleh karena itu, mari kita tetap setia. Karena Yesus tahu dan peduli dengan segala yang kita derita. Ia tidak akan tinggal diam. Bahkan saat ini, Ia sudah menyiapkan sebuah mahkota kehidupan, bagi setiap orang yang mau setia dalam iman kepada-Nya. Mahkota kehidupan adalah kehidupan kekal bersama dengan Tuhan Yesus di Kerajaan Sorga yang permai. Mari, janganlah takut menderita demi iman kita kepada Kristus, melainkan tetaplah setia kepada-Nya.

*tulisan ini adalah tugas kuliah Homiletika 1, yang dibimbing oleh Bapak Dr. Benny Solihin, di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang, Jawa Timur.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.