“Saudara-saudara yang
tercinta! Janganlah percaya kepada semua orang yang mengaku mempunyai Roh
Allah, tetapi ujilah dahulu mereka untuk mengetahui apakah roh yang ada pada
mereka itu berasal dari Allah atau tidak.”
1 Yohanes 4:1 - IBIS
Problematika Kekristenan Modern
Bagi kita yang
mengikuti perkembangan teknologi informasi dewasa ini, pastinya akan merasa
kagum dan disaat yang sama terselip kekhawatiran. Kita akan kagum karena banyak
informasi dapat kita peroleh dengan sangat mudah dan cepat. Kita mungkin juga
akan menjadi khawatir karena sangat sulitnya membedakan apakah informasi
tersebut benar atau salah. Mari perhatikan beberapa contoh informasi yang
sering kita temui beredar di media sosial. Informasi tentang khasiat tanaman
obat atau buah seringkali disaling-bagikan
oleh banyak orang tanpa melihat apakah informasi tersebut sudah teruji secara
medis atau belum. Informasi yang seperti inilah yang justru paling sering
dipercaya banyak orang.
Kekristenan
mengalami problematika yang sama, dalam konteks yang berkenaan dengan
pengajaran keimanan. Banyak sekali pengajaran yang beredar, yang secara
substansial (isi pengajarannya) saling bertentangan. Parahnya, tidak sedikit
juga pengajaran yang beredar tersebut secara esensial (inti pengajarannya) bahkan
bertentangan dengan Alkitab. Permasalahan seperti ini bukanlah sebuah
permasalahan yang baru dalam kekristenan. Sejak masa awal berdirinya gereja
Kristen yang universal, yakni pada momentum Pentakosta di Kisah Rasul pasal 2,
banyak sekali muncul pengajaran-pengajaran yang menyimpang. Penyimpangan-penyimpangan
pengajaran tersebut rata-rata bersumber dari pencampuran antara pengajaran
Kristen dengan pengajaran-pengajaran lain. Sebut saja salah satunya paham Gnostik
yang usianya lebih tua dari kekristenan itu sendiri, seringkali menyusup masuk
dalam jemaat mula-mula. Para pengajar Gnostik ini memang secara sengaja menentang
kekristenan. Mereka seringkali membuat orang Kristen kala itu terkesan dengan khotbah-khotbah mereka, yang kemudian mempengaruhi cara pandang
jemaat dan kemudian jalan hidupnya. Ada lebih banyak lagi pengajaran-pengajaran
yang membingungkan jemaat gereja kala itu, yang memang berniat menghancurkan
kekristenan.
Surat 1 Yohanes
adalah perwujudan perlawanan Rasul Yohanes terhadap pengajaran-pengajaran yang
menyesatkan umat Tuhan kala itu. Yudaisme, Gnostisisme, Doketisme, dan
pengajaran Cerintus, adalah pengajaran yang banyak berkembang di kawasan Asia,
dimana jemaat Tuhan yang digembalakan oleh Rasul Yohanes ada dan berkembang. Pengajaran
tersebut pada intinya membawa jemaat untuk mengecilkan pribadi Tuhan Yesus
Kristus. Mereka mendorong jemaat untuk tetap melaksanakan ritual Taurat.
Gnostisisme menganggap Yesus adalah allah yang terperangkap dalam tubuh hina
manusia. Doketisme percaya bahwa tubuh jasmani Yesus hanyalah sebuah ilusi,
demikian halnya dengan penyaliban-Nya. Dan ada banyak macam pengajaran sesat
lagi yang beredar kala itu, yang banyak mempengaruhi gereja. Jika itu semua
dibiarkan, maka jemaat Tuhan akan banyak yang terhilang.[1]
Memiliki
sikap kritis terhadap pengajaran
Sikap kritis dan berhati-hati dalam gereja yang
dewasa ini banyak dianggap sebagai sesuatu yang tidak pantas, justru merupakan
sikap yang dikembangkan oleh para pemimpin gereja mula-mula. Hal tersebut
semata-mata bertujuan menjaga kemurnian pengajaran Tuhan Yesus yang mereka
turunkan dari generasi ke generasi. Ironisnya, karena ada embel-embel bahwa
pengajaran tersebut berasal dari Tuhan, maka orang tidak mau lagi memperhatikan
dan memikirkannya dengan kritis. Ditambah lagi dengan adanya anggapan bahwa
orang yang banyak bertanya dan mendiskusikan pengajaran, adalah orang yang cenderung
memberontak dan tidak taat. Pandangan seperti inilah yang harus kita hilangkan
dari gereja. Dengan adanya sikap kritis ini, iman kita akan terus dapat dijaga dan
bertumbuh dengan sehat, dalam jalur kebenaran firman Tuhan.
1 Yohanes 4:1
ini memberikan prinsip kepada kita bahwa kita hendaknya tidak mudah percaya
kepada pengajaran-pengajaran yang mengatasnamakan Tuhan. Realita yang saat ini
dihadapi oleh umat beragama adalah apa yang telah Rasul Paulus tuliskan dalam 2
Timotius 4:3-4:
“Sebab akan sampai waktunya orang tidak mau lagi
menerima ajaran yang benar. Sebaliknya, mereka akan menuruti keinginan mereka sendiri, dan mengumpulkan banyak guru guna diajarkan hal-hal yang enak didengar di
telinga mereka. ...menutup telinga terhadap yang benar, ...memasang telinga terhadap cerita-cerita
dongeng.” – IBIS
Dalam bahasa Yunani, kata roh juga digunakan untuk mengacu pada pikiran yang rasional, jiwa
yang menggerakkan seseorang,[2]
yang kemudian makna tersebut digunakan dalam konsep bahasa Inggris dalam kata spirit yang diartikan semangat. Kata ini
kemudian juga diasosiasikan dengan motivasi dari sebuah tindakan. Hal itu
berarti bahwa kita juga harus berhati-hati terhadap motivasi sebuah pemberitaan
firman Tuhan. Tidak dapat disangkal bahwa ada juga pemberita firman yang
memiliki motivasi yang salah. Materi dan popularitas mungkin adalah daftar
teratas dari sekian banyak motivasi yang salah tersebut. Pemberita firman
disini juga tidak hanya dari kelompok pendeta. Dewasa ini telah banyak muncul
orang-orang yang terlihat rohani dan memiliki kecakapan mengajar firman Tuhan,
namun dengan prinsip-prinsip yang salah. Sekalipun mungkin mereka memiliki
ketulusan motivasi, namun pengajaran tersebut harus menggunakan prinsip yang
tepat juga.
Rasul Yohanes mengukur kebenaran ilahi firman Tuhan
yang diberitakan berdasarkan isinya, yakni memberitakan Tuhan Yesus Kristus
yang berinkarnasi menjadi manusia, yang menanggung hukuman salib untuk menebus
dosa manusia. Jika pengajaran yang ada tidak mengarahkan pendengarnya untuk
menyembah Yesus Kristus sebagai Tuhan (theos
– Yun.) dan Tuan (kurios – Yun.),
maka itu pasti bukanlah pengajaran yang benar. Jika motivasi sebuah pengajaran
tidak membuat pendengarnya datang menyembah dan mempersembahkan hidupnya kepada
Tuhan Yesus Kristus, kemudian menggerakkan aktivitas kesehariannya sebagai
tindakan nyata ibadahnya, maka dapat dipastikan itu adalah sebuah pengajaran
yang salah.
Kritis
dalam memahami kebenaran Firman Tuhan dan menjalankannya
“Kamu berasal dari Allah, anak-anakku, dan kamu telah
mengalahkan nabi-nabi palsu itu; sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar
dari pada roh yang ada di dalam dunia.”
1 Yohanes 4:4 telah lama menjadi ayat favorit banyak
orang Kristen, namun dengan pemaknaan yang telah bergeser dari aslinya. Jadi
jika ayat tersebut dipahami dalam konteksnya, maka kita akan mendapat
kesimpulan yang berbeda. Pengajaran yang benarlah yang akan membuat kita kuat.
Kekuatan rohani yang kita miliki pastilah memiliki dasar yang kuat, dan dasar
itu adalah pengertian yang benar terhadap kebenaran firman Tuhan. Dalam surat
Roma 10:17 Rasul Paulus mengatakan “No
one can have faith without hearing the
message about Christ.”[3]
Membaca Alkitab tanpa tahu maksudnya tidak akan dapat merubah apapun dalam
kehidupan kita. Untuk dapat menggunakan Alkitab sebagai sandaran kebenaran,
kita harus tahu maksud yang sebenarnya dari setiap ayat yang kita baca. Paulus
menggunakan kata Yunani rhema, yang
kemudian diterjemahkan dengan kata firman
dalam ayat ini. Kata rhema memiliki
arti sebuah ujaran atau pernyataan yang jelas. Namun bukan sekedar perkataan, rhema adalah rangkuman dari seluruh
pemikiran yang ingin dijelaskan. Sebuah pesan yang jelas dari firman Tuhan,
yang dibangun dengan dasar pemahaman yang benar, akan membangun iman seseorang
dengan kuat.
Pengajaran yang benar berasal dari sebuah pencarian
dan penggalian spiritual akan firman Tuhan, yang kemudian dinyatakan dalam
tindakan keseharian. “Roh yang lebih
besar” adalah Roh Tuhan yang menggerakkan roh kita untuk menggunakan
standart/dasar hidup yang terbaik, yaitu firman Tuhan. Roh Tuhan membuat kita
memiliki motivasi yang murni, yakni melayani Tuhan melalui segala aktivitas
kita. Motivasi untuk memuliakan Tuhan Yesus Kristus melalui setiap aspek
kehidupan kita.
Kata dunia dalam bahasa aslinya memiliki
pengertian sistem dan standart/dasar kehidupan masyarakat pada umumnya. Dalam
proses pengiringan kita kepada Tuhan, kita akan dibawa Roh Kudus untuk memiliki
pola pikir yang ilahi, yang berfokus kepada kekekalan. Pola pikir ilahi
tersebut bukan hanya diterapkan di lingkup gereja saja tapi harus dapat
diterapkan dalam keseharian kita. Kita dituntut menjadi pribadi-pribadi yang
memiliki standart lebih tinggi dari orang-orang pada umumnya.[4]
Misalnya, kejujuran kita, kedisiplinan, kecintaan kepada lingkungan, rasa welas
asih, penghormatan terhadap sesama manusia, harusnya melebihi orang-orang pada
umumnya. Itulah contoh nyata pribadi Kristen yang memiliki “roh lebih besar
dari dunia ini.”
Mari kita terus
mendorong diri kita masing-masing sebagai seorang Kristen, untuk memahami
kebenaran firman Tuhan yang murni. Kita pergunakan setiap waktu yang kita
miliki untuk mempelajari firman Tuhan dengan sungguh-sungguh. Selain harus
memberikan waktu untuk duduk diam dan mempelajari Firman Tuhan, kita juga dapat
memahami firman Tuhan dengan lebih baik saat kita menerapkannya dalam
keseharian. Jangan mudah terbawa arus pengajaran yang mistis dan seolah-olah
lebih rohani dari yang lain, namun tidak dapat diaplikasikan dalam kehidupan
kita. Kebenaran firman Tuhan yang murni harusnya merubah karakter kita secara
pribadi, dan dapat menginspirasi orang-orang di sekitar kita. Tuhan Yesus
memberkati kita semua.
[1] Constable, Thomas L., Notes on 1 John 2005 Edition (E-book Published by Sonic Light, http://www.soniclight.com/) 1-5
[3]
Terjemahan Contemporary English Version.
[4]
Smalley, Stephen S., WBC: 1,2,3 John vol.
51 (New York: Word Inc. 1984) 220-33
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.