Laman

24 April 2025

Kebangkitan Kristus dan Kebangkitan Kita* (1 Korintus 15:1-11)

            Bagi Paulus, kebangkitan di akhir zaman (1 Korintus 15:1–58) merupakan doktrin Yudaisme yang umum, namun memiliki konsekuensi moral (lihat 6:13–14; 15:32–34, 58), sebagaimana juga terdapat dalam pembelaan Yahudi awal lainnya mengenai penghakiman eskatologis atas dasar moralitas (atau kecaman bangsa-bangsa terhadap kaum Epikurean yang “amoral” karena menolak kehidupan setelah kematian).

Untuk mendukung kebangkitan akhir zaman, Paulus memulai di 1 Korintus 15:1–11 dengan bagian dari doktrin tersebut yang telah diterima oleh pendengarnya—yakni pemberitaan Injil (kerygma)—dan meneguhkan poin tersebut dengan menyebut daftar saksi mata. Penerimaan mereka terhadap kerygma merupakan undangan untuk menerima kerangka keselamatan-historis Yahudi yang menjadi bagian darinya.

Retorika yang baik biasanya dimulai dari kesamaan dasar. Maka Paulus memulai dengan mengacu pada pesan yang telah membawa mereka kepada pertobatan, yang telah mereka setujui (15:1–2; bandingkan dengan 2:1–5; Galatia 3:2–5; 1 Tesalonika 2:1; 3:4). Paulus memperingatkan bahwa jika Kristus tidak dibangkitkan, maka iman mereka sia-sia (15:2, 14, 17; bandingkan dengan 2 Korintus 6:1; Galatia 2:2; 3:4; 4:11; Filipi 2:16; 1 Tesalonika 2:1; 3:5), namun ia juga meyakinkan mereka bahwa hal tersebut tidak terjadi (15:10, 58). Keselamatan mereka bergantung pada hal itu (15:2).

Orang-orang Kristen awal melihat bahwa peristiwa-peristiwa Injil diramalkan atau digambarkan sebelumnya dalam Kitab Suci (15:4), dan kemungkinan besar Paulus merujuk pada teks-teks seperti Mazmur 16:10–11 dan Yesaya 53:4–12, yang juga digunakan oleh orang Kristen lainnya. Jika frasa “pada hari ketiga” (dihitung secara inklusif, seperti kebiasaan zaman kuno—yakni dari Jumat sampai Minggu) termasuk dalam “menurut Kitab Suci”, maka Paulus mungkin memikirkan Hosea 6:2 atau Yunus 1:17. Namun, bisa jadi maksud utamanya adalah bahwa Yesus dibangkitkan sebelum tubuh-Nya mengalami pembusukan (Mazmur 16:10; bandingkan dengan 3 Henokh 28:10).

Paulus dan Kerygma Kebangkitan

Paulus meringkas Injil yang telah ia beritakan kepada jemaat (15:1–2); ia tidak menciptakannya sendiri, sebab ia “menyampaikannya” dan mereka “menerimanya” (yakni sebagai tradisi terdahulu; lihat komentar pada 11:23). Beberapa ahli, berdasarkan kosakata non-Paulin dan penggunaan bahasa Aram, meyakini bahwa bagian ini adalah pengakuan iman pra-Paulin. Meski Paulus mungkin menyusun ulang ringkasannya, informasi dasarnya kemungkinan berasal dari tradisi sebelum dirinya.

Meski banyak kemiripan dengan Injil-injil, penghilangan saksi perempuan oleh Paulus sangat mencolok. Mengingat adanya prasangka budaya terhadap kesaksian perempuan, kecil kemungkinan Injil mengarang kesaksian tersebut, dan sangat masuk akal secara budaya bahwa Paulus memilih untuk menghilangkannya.

Sebagaimana dalam narasi Perjanjian Lama mengenai sejarah keselamatan, Paulus menyampaikan tindakan-tindakan ilahi—dalam hal ini, yang paling utama adalah kematian Yesus “bagi dosa-dosa kita” (mungkin dengan makna yang sama seperti dalam 8:11; Roma 5:6, 8; 14:15; 2 Korintus 5:14–15; Galatia 1:4; 1 Tesalonika 5:10; bandingkan juga 1 Petrus 3:18), sebagai korban atau pengganti (bandingkan dengan Ibrani 7:27; 10:12; Roma 4:25; 5:9–10; Galatia 2:20). Paulus tentu memiliki dasar dalam tradisi Yesus sendiri untuk mempercayai hal ini (11:23–25; bandingkan Markus 10:45; 14:22–24).

Fokus Paulus di sini adalah kebangkitan Yesus. Meski ia menekankan bahwa tubuh yang dibangkitkan adalah berbeda (mulia, surgawi, mungkin seperti malaikat), kebangkitan secara jasmani tetap menjadi aspek penting (15:35–44). Meski tidak menyebut kubur kosong, ada indikasi bahwa tubuh Yesus bertransformasi, bukan membusuk: Ia dikuburkan (15:4); makna “kebangkitan” dalam pemahaman Yahudi; dan diskusi Paulus selanjutnya (15:35–37, 51).

Sekadar penglihatan akan roh atau malaikat (bandingkan 2 Makabe 3:24–26) tidak sesuai dengan konsep Yahudi tentang kebangkitan, tidak mencerminkan pusat pemberitaan kerasulan, dan tidak memicu oposisi publik. Penglihatan roh bukanlah hal yang kontroversial dan tidak menegaskan ancaman eskatologis apa pun.

Saksi Kebangkitan dan Retorika Paulus

Orang-orang zaman kuno sering mencatat saksi untuk “penampakan ilahi,” namun biasanya berbentuk mimpi atau pembebasan—berbeda dari skala yang dijabarkan Paulus. Paulus menyebut enam individu atau kelompok yang mengalami penampakan (15:5–8):

  1. Kefas (bandingkan Lukas 24:34);
  2. Kedua belas murid (meskipun jumlahnya tidak persis, gelar ini tetap dipertahankan karena makna eskatologisnya);
  3. Lima ratus saudara, sebagian besar masih hidup saat itu (mungkin sebagai undangan untuk diverifikasi);
  4. Yakobus (disebut tanpa perkenalan karena mereka telah mengenalnya dari tradisi Injil);
  5. Semua rasul (lebih luas dari keduabelas);
  6. Paulus sendiri, yang disebut terakhir.

Paulus menggambarkan dirinya sebagai yang terlahir “tidak pada waktunya” (15:8 – seperti bayi mati yang lahir di luar musim – sebuah penggambaran yang selalu digunakan sebagai perbandingan dalam LXX: Bil 12:12; Pkh 6:3; Ayb 3:16) namun secara ironi, menerima kehidupan melalui kebangkitan. Ia memakai metafora dramatis untuk menegaskan realitas klaimnya.

Suatu halusinasi massal dari lima ratus orang sekaligus sangat sulit untuk dijelaskan. Paulus menyebut saksi dari para pemimpin gereja yang dihormati dan telah menderita karena kesaksian mereka, serta dirinya sendiri (dan mungkin juga Yakobus) yang sebelumnya adalah skeptis.

Namun, semua bukti ini dimunculkan Paulus untuk mendukung sesuatu yang sebenarnya tidak diragukan oleh pendengarnya (15:1–2, 11). Ia menggunakan premis bersama ini untuk meyakinkan bahwa kebangkitan Yesus menjamin kebangkitan umat Allah (15:12).

Pandangan Kuno Tentang Kebangkitan

Orang Korintus terpelajar kemungkinan mengikuti pandangan para filsuf: jiwa bersifat kekal, tubuh fana. Banyak yang memandang tubuh sebagai unsur duniawi dan jiwa sebagai unsur surgawi (Heraklitos, Seneca), bahkan sebagian orang Yahudi juga (Keb. Salomo 9:15–16; Sifre Ul. 306.28.2). Filsuf melihat jiwa abadi sebagai bagian ilahi dari manusia; beberapa pemikir Yahudi-Helenistik juga setuju (Philo).

Berlawanan dengan dugaan banyak sarjana PB modern, mayoritas orang Yahudi saat itu menerima kebangkitan tubuh di masa depan, selain keabadian jiwa. Beberapa orang Yunani (seperti kaum Epikurean) menolak kehidupan setelah kematian, dan bahkan mereka yang mempercayai kelangsungan jiwa tidak bisa membayangkan kebangkitan tubuh (yang mereka anggap seperti mayat bangkit dari kubur).

Analogi terdekat dalam budaya Yunani adalah:

  • Dewa-dewa dunia bawah yang kembali setiap musim semi,
  • Tukang sihir yang menghidupkan kembali orang mati,
  • Bangkitnya orang yang ternyata hanya pingsan dalam kisah-kisah novel.

Namun, Yudaisme Palestina menekankan kebangkitan tubuh, seperti terlihat dalam Daniel 12:2 – “Dan banyak dari antara orang-orang yang telah tidur di dalam debu tanah, akan bangun, sebagian untuk mendapat hidup yang kekal, sebagian untuk mengalami kehinaan dan kengerian yang kekal. Para rabi kemudian percaya bahwa orang Saduki kehilangan bagian dalam kehidupan setelah kematian karena mereka menolak kebangkitan. Sebagian orang Yahudi diaspora juga menerima konsep ini, meskipun sering kali disesuaikan dengan pemikiran Hellenistik tentang keabadian.

Karenanya, konsep Paulus tentang kebangkitan tubuh mungkin tidak hanya ditentang oleh orang non-Yahudi, tapi juga oleh elemen Yahudi dalam jemaat. Paulus mencoba mengakomodasi sebisa mungkin (frasa “tubuh rohaniah”, “tubuh surgawi” dlm 15:40,44) tanpa mengorbankan keyakinan utamanya bahwa pengharapan masa depan bersifat jasmani, sebagai wujud dari kebaikan ciptaan Allah.


*Craig Keener on 1 Corinthians 15:1-11.

18 April 2025

PEMBUKTIAN KEBANGKITAN KRISTUS: 8 ALASAN

1. Yesus Disalibkan dan Mati di Bawah Pemerintahan Pontius Pilatus

Bukti:

  • Disepakati secara luas oleh para sejarawan Kristen dan non-Kristen.
  • Dikonfirmasi dalam keempat Injil dan surat-surat Paulus (misalnya, 1 Korintus 15:3).
  • Didukung oleh sumber non-Kristen seperti:
    • Tacitus (sejarawan Romawi): Menyebutkan bahwa Kristus dieksekusi oleh Pontius Pilatus.
    • Josephus (sejarawan Yahudi): Referensi tentang penyaliban Yesus (dengan beberapa bagian dianggap sebagai interpolasi Kristen, tetapi sebagian besar diterima sebagai autentik).

Alasan Historis:

  • Penyaliban adalah metode eksekusi Romawi yang umum bagi pemberontak dan penjahat.
  • Fakta ini sangat memalukan bagi para pengikut-Nya, sehingga kecil kemungkinan diciptakan sebagai legenda. (Prinsip criterion of embarrassment dalam historiografi.)

Kematian Yesus melalui penyaliban adalah salah satu fakta sejarah yang paling sedikit diperdebatkan, baik oleh sejarawan Kristen maupun non-Kristen. Keempat Injil menyampaikan narasi yang konsisten mengenai penyaliban ini, dan surat-surat Paulus juga secara eksplisit menyebutkannya, termasuk dalam 1 Korintus 15:3. Selain itu, penulis non-Kristen seperti Tacitus dan Josephus mengonfirmasi bahwa Yesus dieksekusi di bawah pemerintahan Pontius Pilatus. Penyaliban itu sendiri adalah bentuk hukuman Romawi yang umum untuk pemberontak dan penjahat besar, dan karena sifatnya yang memalukan, kecil kemungkinan hal ini diciptakan oleh para pengikut Yesus untuk membangun legenda. Fakta bahwa murid-murid menempatkan Mesias mereka di kayu salib—sebuah simbol kutukan dan kehinaan dalam budaya Yahudi—justru memperkuat keaslian historisnya. Jika para murid ingin menciptakan pemujaan pada figur Yesus, tentunya mereka akan menghilangkan hal-hal yang memalukan dan menggantikannya dengan narasi-narasi yang hebat yang lebih menarik. Kenyataannya tidak demikian.

2. Makam Yesus Yang Kosong

Bukti:

  • Dicatat dalam semua empat Injil.
  • Para wanita sebagai saksi pertama adalah bukti keaslian, sebab kesaksian mereka tidak dihargai secara legal pada zaman itu.
  • Tidak ada catatan historis bahwa pihak berwenang menunjukkan tubuh Yesus sebagai sanggahan.

Pandangan Sarjana:

  • Bahkan beberapa skeptis seperti James Crossley dan John A. T. Robinson menganggap kubur kosong sebagai fakta yang layak dipertimbangkan secara serius.
  • Tokoh seperti William Lane Craig dan Gary Habermas menunjukkan bahwa narasi ini memenuhi beberapa kriteria keotentikan sejarah (multiple attestation, embarrassment, enemy attestation secara tidak langsung).

Keempat Injil menyampaikan bahwa pada pagi hari Minggu, kubur Yesus ditemukan kosong. Yang menarik adalah bahwa para saksi pertama yang disebut dalam narasi tersebut adalah perempuan, terutama Maria Magdalena. Dalam konteks budaya abad pertama, kesaksian perempuan tidak memiliki bobot hukum yang signifikan, sehingga kecil kemungkinan kisah ini diciptakan untuk memperkuat klaim teologis. Beberapa sarjana skeptis pun mengakui bahwa keberadaan cerita makam kosong ini memiliki akar yang cukup tua dan pantas dipertimbangkan secara serius. Fakta bahwa pihak berwenang tidak pernah secara historis membantah kebangkitan dengan menunjukkan tubuh Yesus juga memperkuat argumen bahwa memang tidak ada jenazah yang bisa diperlihatkan—suatu kondisi yang mendesak untuk dijelaskan secara rasional.

3. Para Murid Meyakini Mereka Melihat Yesus yang Bangkit

Bukti:

  • Dicatat dalam 1 Korintus 15:3–8, yang menyebut penampakan kepada:
    • Petrus
    • Kedua belas rasul
    • Lebih dari 500 saudara sekaligus
    • Yakobus
    • Paulus sendiri
  • Muncul juga di Injil dan Kisah Para Rasul: Yesus makan bersama murid, menunjukkan luka-luka-Nya, dan berbicara dengan mereka.

Analisis:

  • Creed dalam 1 Korintus diperkirakan sudah beredar dalam 3–5 tahun setelah peristiwa kebangkitan.
  • Hal ini terlalu dini untuk menjadi legenda.
  • Konsistensi pengakuan saksi di berbagai sumber menambah bobot historis.

Salah satu bagian paling awal dalam Perjanjian Baru, yaitu 1 Korintus 15:3–8, memuat daftar penampakan Yesus pasca-kebangkitan kepada individu-individu dan kelompok, termasuk Petrus, para rasul, lebih dari lima ratus orang sekaligus, Yakobus, dan akhirnya Paulus sendiri. Sumber ini berbentuk pengakuan iman (creed) yang sangat kuno, yang dipercaya oleh banyak sarjana ditulis tidak lama setelah peristiwa kebangkitan itu sendiri. Klaim-klaim ini bukanlah sesuatu yang muncul berabad-abad kemudian, melainkan berasal dari saksi mata atau orang yang sangat dekat dengan mereka. Artinya, para murid benar-benar percaya bahwa mereka telah melihat Yesus hidup kembali dalam wujud fisik, bukan sekadar mengalami kesan spiritual atau pengaruh psikologis.

4. Perubahan Drastis dalam Diri Para Murid

Konteks:

  • Sebelum kebangkitan: murid-murid melarikan diri, bersembunyi, ketakutan (lihat Markus 14:50, Yohanes 20:19).
  • Setelah kebangkitan: tampil penuh semangat, bersaksi di depan umum, dan rela mati.

Signifikansi Historis:

  • Tidak logis jika perubahan besar ini terjadi hanya karena “keyakinan spiritual” atau “halusinasi.”
  • Mereka percaya sungguh-sungguh telah bertemu Yesus secara fisik dan hidup.

Setelah kematian Yesus, para murid digambarkan sebagai orang-orang yang takut, putus asa, dan sembunyi dari otoritas Yahudi dan Romawi. Namun, setelah mereka mengaku melihat Yesus yang bangkit, terjadi transformasi luar biasa. Mereka menjadi pemberani, tampil di depan umum, dan rela dianiaya serta dibunuh karena iman mereka. Perubahan ini tidak masuk akal jika hanya didasarkan pada delusi atau keyakinan emosional. Sesuatu yang nyata dan sangat kuat harus terjadi untuk membuat mereka berubah total. Dalam banyak kasus, orang mungkin bisa mempertahankan kebohongan untuk keuntungan, tapi sangat jarang seseorang rela mati untuk sesuatu yang mereka tahu adalah kebohongan.

‍5. Pertobatan Yakobus, Saudara Yesus

Bukti:

  • Yohanes 7:5: "Sebab saudara-saudara-Nya sendiri pun tidak percaya kepada-Nya."
  • 1 Korintus 15:7: Yesus menampakkan diri secara khusus kepada Yakobus.
  • Kisah Para Rasul: Yakobus kemudian menjadi pemimpin gereja Yerusalem (Kisah 15).

Analisis:

  • Mengapa seseorang yang awalnya tidak percaya tiba-tiba menjadi pemimpin penting dan rela mati demi keyakinannya?
  • Penjelasan paling logis: Ia meyakini bahwa Yesus benar-benar bangkit dan menampakkan diri kepadanya.

Sebelum kebangkitan, Yakobus tidak percaya bahwa Yesus adalah Mesias. Yohanes 7:5 menyatakan bahwa saudara-saudara-Nya sendiri pun tidak percaya kepada-Nya. Namun, setelah kebangkitan, Yakobus menjadi salah satu pemimpin gereja Yerusalem dan martir karena imannya. Menurut 1 Korintus 15:7, Yesus secara khusus menampakkan diri kepada Yakobus. Perubahan total dari skeptisisme menjadi keyakinan yang begitu kuat ini tidak dapat dijelaskan hanya sebagai tekanan sosial atau pengaruh kelompok. Bukti menunjukkan bahwa pengalaman pribadi yang sangat kuat—penampakan Yesus yang hidup—adalah satu-satunya penjelasan yang cukup masuk akal.

6. Pertobatan Paulus

Bukti:

  • Paulus adalah penganiaya gereja (Kisah Para Rasul 8–9).
  • Ia mengalami penampakan Kristus yang bangkit dalam perjalanannya ke Damsyik.
  • Menjadi penginjil terbesar dan penulis utama dalam Perjanjian Baru.

Signifikansi:

  • Pertobatannya tidak bisa dijelaskan dengan motivasi psikologis biasa.
  • Ia bukanlah pengikut Yesus yang kecewa, tapi justru seorang oposisi keras.
  • Pengakuannya sebagai saksi mata (1 Kor 15:8) memperkuat daftar penampakan.

Paulus adalah seorang penganiaya gereja yang sangat militan. Ia mengejar, menangkap, dan bahkan menyetujui pembunuhan pengikut Yesus. Namun dalam perjalanan ke Damsyik, ia mengklaim mengalami perjumpaan langsung dengan Yesus yang telah bangkit. Pertobatannya begitu mendalam sehingga ia menjadi salah satu tokoh utama dalam penyebaran Injil dan penulis utama surat-surat Perjanjian Baru. Tidak ada motivasi psikologis atau keuntungan pribadi yang dapat menjelaskan transformasi seperti ini. Dari musuh menjadi misionaris, dari pembenci menjadi martir, perjalanan hidup Paulus hanya masuk akal jika ia benar-benar mengalami sesuatu yang luar biasa dan nyata.


7. Tradisi Kebangkitan Muncul Sangat Awal

Bukti:

  • 1 Korintus 15:3–8 adalah sebuah creed (kredo/pengakuan iman) yang berasal dari tradisi Yahudi-Kristen paling awal.
  • Banyak sarjana menempatkannya dalam waktu tiga tahun setelah penyaliban.

Arti Penting:

  • Kemunculan kredo yang terbilang masih sangat dekat dengan masa penyaliban Yesus ini terlalu dini untuk dijadikan alasan bahwa kisah kebangkitan Yesus adalah sebuah legenda.
  • Membantah gagasan bahwa kepercayaan akan kebangkitan muncul secara bertahap seiring waktu.
  • Diterima secara luas oleh komunitas Kristen awal, termasuk mereka yang langsung mengenal saksi mata.

Pengakuan iman dalam 1 Korintus 15 dianggap sebagai tradisi Kristen paling awal yang mendokumentasikan kebangkitan Yesus. Banyak sarjana, termasuk yang skeptis, menempatkan asal mula kredo ini dalam waktu tiga hingga lima tahun setelah penyaliban. Ini penting, karena menyingkirkan argumen bahwa cerita kebangkitan berkembang sebagai mitos yang lambat laun disisipkan dalam ajaran Kristen. Fakta bahwa komunitas Kristen awal menerima kredo ini secara luas menunjukkan bahwa keyakinan akan kebangkitan bukanlah elemen tambahan, melainkan fondasi utama sejak mula.


8. Kebangkitan Menjadi Inti Pewartaan Gereja Mula-Mula

Bukti:

  • Kisah Para Rasul penuh dengan khotbah tentang kebangkitan Yesus (Kisah 2, 3, 10, 13).
  • Paulus berulang kali menjadikan kebangkitan sebagai dasar iman (Roma 10:9, 1 Korintus 15:14).
  • Martir mula-mula bersaksi tentang Yesus yang hidup, bukan sekadar pengajar agung.

Analisis:

  • Jika kebangkitan hanyalah mitos atau ilusi, tidak akan menjadi inti pesan para rasul.
  • Gereja tidak dimulai dari ajaran Yesus, melainkan dari keyakinan bahwa Ia telah hidup kembali.

Kisah Para Rasul secara konsisten menunjukkan bahwa pesan utama yang disampaikan para rasul adalah kebangkitan Yesus. Petrus, dalam khutbah pertamanya, berbicara tentang kubur yang kosong dan Yesus yang telah dibangkitkan oleh Allah (Kisah 2). Paulus menulis bahwa jika Kristus tidak bangkit, maka iman orang Kristen sia-sia (1 Korintus 15:14). Gereja mula-mula tidak berdiri hanya atas ajaran moral Yesus, melainkan atas keyakinan bahwa Ia telah mengalahkan maut. Pesan ini menjadi pusat kehidupan gereja awal dan kekuatan di balik pertumbuhan gerakan Kristen di tengah penganiayaan dan penolakan.

 

PENOLAKAN TERHADAP KEBANGKITAN KRISTUS

DAN ALASAN UNTUK MENOLAK KLAIM PENOLAKAN ITU

Setidaknya ada dua teori alternatif yang paling sering diajukan untuk menolak kebangkitan Yesus secara historis—teori halusinasi dan teori mitos—beserta keberatannya secara mendalam:

1. Teori Halusinasi

Klaim: Para saksi mata sebenarnya tidak melihat Yesus yang bangkit secara fisik, tetapi mengalami halusinasi karena trauma, harapan, atau keyakinan religius yang mendalam.

Keberatan Historis:

  • Halusinasi bersifat pribadi, bukan kolektif: Psikologi modern menjelaskan bahwa halusinasi adalah pengalaman subjektif yang tidak bisa dibagikan. Namun, laporan dalam Injil dan 1 Korintus 15 menunjukkan bahwa Yesus menampakkan diri kepada banyak orang sekaligus, termasuk 500 orang dalam satu waktu. Itu tidak dapat dijelaskan sebagai halusinasi.
  • Variasi situasi penampakan: Yesus menampakkan diri di tempat berbeda, kepada orang-orang dengan karakter dan latar belakang berbeda (skeptis seperti Tomas dan Yakobus, wanita, kelompok murid), pada waktu dan konteks yang berbeda. Halusinasi massal secara simultan dalam berbagai kondisi ini sangat tidak mungkin.
  • Skeptis tidak memiliki harapan: Orang-orang seperti Yakobus (saudara Yesus) dan Paulus (seorang penganiaya Gereja) tidak dalam keadaan rindu atau berharap Yesus bangkit. Jadi mereka bukan kandidat yang logis untuk halusinasi karena mereka bahkan tidak percaya sebelumnya.
  • Interaksi fisik bertentangan dengan halusinasi: Para murid menyentuh Yesus dan makan bersama-Nya (Lukas 24:39–43; Yohanes 21). Hal ini tidak bisa dijelaskan oleh halusinasi, yang hanya berupa persepsi visual atau auditori.
  • Kubur kosong tetap menjadi masalah: Jika Yesus tidak sungguh-sungguh bangkit, jenazah-Nya akan tetap ada di kubur. Tapi faktanya, kubur itu kosong. Halusinasi tidak bisa mengosongkan kubur.

2. Teori Mitos (Legenda)

Klaim: Cerita kebangkitan Yesus adalah hasil perkembangan mitos yang tumbuh seiring waktu setelah kematian-Nya.

Keberatan Historis:

  • Waktu penulisan terlalu dekat dengan peristiwa: Surat 1 Korintus ditulis sekitar tahun 55 M, hanya sekitar 20 tahun setelah kematian Yesus. Dan kredo dalam 1 Korintus 15:3–8 diyakini berasal dari tahun 30–36 M, hanya beberapa tahun setelah peristiwa salib. Ini terlalu singkat bagi mitos untuk berkembang.
  • Kredo purba menyebut saksi mata: Dalam 1 Korintus 15, disebutkan nama-nama individu (Petrus, Yakobus, para rasul) yang masih hidup pada masa itu, sehingga orang bisa langsung mengkonfirmasi kesaksian mereka. Ini adalah gaya penulisan sejarah, bukan mitos.
  • Kisah kebangkitan tidak memiliki ciri mitos klasik: Mitologi Yunani atau dewa-dewa Romawi penuh dengan simbolisme dan gaya puisi. Sebaliknya, narasi kebangkitan Yesus sangat sederhana, langsung, dan bersifat historis, menyebutkan tempat, waktu, dan saksi-saksi nyata.
  • Pengorbanan saksi mata: Murid-murid tidak hanya menyebarkan berita ini, tetapi juga rela mati karena meyakininya. Tidak masuk akal bahwa banyak orang akan mengorbankan hidup mereka untuk sesuatu yang mereka tahu hanyalah mitos yang mereka buat sendiri.

Baik teori halusinasi maupun teori mitos tidak dapat menjelaskan secara komprehensif seluruh fakta sejarah seputar kebangkitan Yesus: kubur kosong, perubahan drastis pada murid-murid, kesaksian saksi mata, dan perkembangan sangat awal dari pengakuan bahwa Yesus benar-benar bangkit. Oleh karena itu, banyak sejarawan dan filsuf menyimpulkan bahwa hipotesis "kebangkitan sungguh terjadi" adalah penjelasan yang paling masuk akal secara historis.


17 April 2025

Arti Dari Memikul Salib Setiap Hari (Matius 16:24)

 Apa Arti Dari Memikul Salib?

"Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku."
Matius 16:24

Kata-kata Yesus ini terdengar keras, bahkan ekstrem. Di dunia yang mengajarkan kita untuk “ikuti kata hati”, Yesus malah berkata: “Tinggalkan dirimu sendiri, pikul salibmu, dan ikut Aku.” Apa sebenarnya arti dari pernyataan radikal ini? Apakah memikul salib hanya berarti menjalani hidup yang sulit? Ataukah maknanya lebih dalam dari itu?


1. Bukan Sekadar Menerima Penderitaan

Sering disalahpahami
Banyak orang Kristen—bahkan pengkhotbah—menyamakan salib dengan penderitaan hidup secara umum: kemiskinan, penyakit, kehilangan, atau masalah keluarga. Tapi salib dalam konteks Perjanjian Baru bukanlah beban yang harus diterima dengan pasrah karena tidak bisa dihindari. Salib bukan sesuatu yang “menimpa” kita, melainkan sesuatu yang kita pilih untuk pikul.

Makna Historis Salib
Dalam budaya Romawi abad pertama, salib bukan sekadar alat eksekusi. Itu adalah simbol kehinaan mutlak. Orang yang memikul salib bukan hanya akan mati—ia akan mati dengan terkutuk, terhina, dan ditinggalkan. Maka ketika Yesus berkata kepada para murid untuk memikul salib, Ia mengajak mereka untuk mengambil jalan yang akan menghapus status, kenyamanan, dan keselamatan pribadi demi kesetiaan kepada-Nya.

Aplikasi masa kini
Memikul salib berarti bersedia membayar harga demi ketaatan pada Kristus. Ini bisa berarti kehilangan peluang karier karena kejujuran, kehilangan popularitas karena hidup benar, atau bahkan relasi yang renggang karena tidak mau kompromi dengan dosa. Ini adalah panggilan untuk hidup tidak bagi diri sendiri, tetapi bagi kehendak Allah, apa pun dan berapapun harganya.


2. Menyangkal Diri = Membunuh Ego

Lebih dari sekadar menolak keinginan
Menyangkal diri bukan berarti kita tidak pernah punya impian atau keinginan. Bukan juga berarti kita membenci diri sendiri. Tapi ini berarti menggeser pusat kehidupan dari “aku” menjadi “Kristus”. Dalam bahasa lain: bukan lagi kehendakku, tetapi kehendak-Mu yang jadi (Lukas 22:42).

Apa itu ego rohani?
Ego dalam konteks ini adalah keakuan yang menolak tunduk pada Tuhan. Ego ingin selalu mengendalikan, ingin selalu dipuji, dibenarkan, dan dipuaskan. Menyangkal diri berarti kita memilih untuk tidak lagi mengandalkan kekuatan dan keinginan pribadi—melainkan menundukkan diri kepada pimpinan dan kebenaran Tuhan.

Contoh keseharian

  • Ketika kita ingin membalas orang yang menyakiti kita, tetapi memilih mengampuni karena taat kepada Kristus.
  • Ketika kita lebih suka menonjolkan diri, tapi memilih merendah agar Kristus yang ditinggikan.
  • Ketika kita menyerahkan keputusan besar bukan kepada insting semata, tapi lewat doa dan penundukan hati.

Menyangkal diri itu menyakitkan—seperti mematikan daging dan keinginan sendiri. Tapi dari kematian itulah tumbuh kehidupan yang sejati; kehidupan rohani dan keimanan yang matang/dewasa.


3. Salib: Jalan Kehidupan, Bukan Simbol Kematian

Lebih dari sekadar simbol
Salib kini menjadi simbol iman Kristen—digantung di gereja, dikenakan sebagai kalung, dijadikan ornamen seni. Tapi bagi Yesus dan murid-murid-Nya, salib bukan ornamen, melainkan kenyataan brutal. Ini adalah panggilan untuk hidup seperti Yesus—dalam pengorbanan, penyangkalan diri, dan ketaatan total bahkan hingga kematian.

Mengikuti Yesus bukan tentang kenyamanan
Yesus tidak pernah menjanjikan jalan yang mudah bagi pengikut-Nya. Ia berkata bahwa dunia akan membenci kita sebagaimana dunia membenci Dia (Yohanes 15:18-20). Jalan Kristus adalah jalan sempit—bukan karena Allah ingin menyusahkan kita, tapi karena jalan salib adalah satu-satunya jalan menuju kebangkitan dan kemuliaan.

Mengikut Yesus berarti meniru gaya hidup-Nya

  • Hidup penuh kasih kepada musuh.
  • Taat kepada Bapa, bahkan saat tidak masuk akal.
  • Setia dalam penderitaan.
  • Tidak menghindari pengorbanan demi kebaikan orang lain.

Salib bukan hanya titik akhir hidup Kristus di dunia. Salib adalah awal peta perjalanan setiap murid-Nya mewartakan kabar sukacita ke seluruh dunia.


4. Sebuah Panggilan Setiap Hari

Bukan keputusan sekali jadi
Yesus berkata dalam Lukas 9:23: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku." Artinya, keputusan untuk hidup memikul salib bukan dibuat sekali saat kita bertobat, dibaptis, atau berdoa menyerahkan hidup. Itu adalah keputusan harian, bahkan setiap jam, setiap momen/kesempatan.

Panggilan untuk selalu taat kepada Tuhan
Setiap hari kita diperhadapkan pada pilihan: hidup untuk diri sendiri atau untuk Kristus? Taat meski tidak nyaman, atau kompromi demi aman? Menyimpan luka atau mengampuni? Menuntut atau memberi?

Dalam momen-momen itulah salib dipanggul—bukan secara simbolik, tapi nyata: dalam keputusan yang kita buat, dalam reaksi yang kita kendalikan, dalam kasih yang kita pilih untuk tetap berikan.

Dan di situlah hidup sejati ditemukan.
Ironisnya, salib—yang tampak seperti alat kematian—justru menjadi gerbang menuju kehidupan. Ketika kita menyerahkan hidup kita kepada Kristus sepenuhnya, di sanalah kita menemukan makna, damai, dan sukacita yang tidak bisa diberikan dunia.


Mengapa Salib Itu Layak

Mengapa kita harus memikul salib? Karena kita tahu siapa yang pertama kali memikulnya—Yesus sendiri. Ia tidak hanya memanggil kita untuk mengikuti jalan salib, tapi telah lebih dulu menapakinya demi kita.

Memikul salib adalah bentuk cinta kita kepada Dia yang lebih dulu mengasihi kita tanpa syarat. Dan saat kita taat, kita tidak berjalan sendiri. Roh Kudus pasti menyertai, memberi kekuatan, dan mengubah kita hari demi hari menjadi serupa dengan Kristus.


Tuhan memberkati kita senantiasa.

TANDA-TANDA ANGGOTA GEREJA YANG SEHAT

 

TANDA-TANDA ANGGOTA GEREJA YANG SEHAT[1]

 

Tanda 1 - Seorang Anggota Gereja yang Sehat Adalah Pendengar Eksposisional

Mendengarkan secara eksposisional adalah mendengarkan untuk memahami makna dari suatu bagian Kitab Suci dan menerima makna tersebut sebagai gagasan utama yang harus dipahami untuk kehidupan (baik sebagai pribadi atau sebagai komunitas/gereja) Kristen.

Mendengar firman Allah (logos) dan memahaminya (rhema) adalah hal yang membawa kepada iman yang menyelamatkan (Roma 10:17). Anggota gereja menjadi sehat ketika mereka berkomitmen untuk mendengar pesan ini sebagai disiplin rohani yang teratur. Mendengarkan secara eksposisional mendukung kesehatan rohani baik bagi individu maupun seluruh gereja.

* Lógos adalah ekspresi dari pemikiran, sedangkan rhḗma merujuk pada isi atau pokok pembicaraan dari kata-kata yang diucapkan.

 

Tanda 2 - Seorang Anggota Gereja yang Sehat Adalah "Teolog" Biblika

Teolog biblika adalah seseorang yang berkomitmen untuk memahami sejarah pewahyuan dan tema-tema besar beserta doktrin-doktrin dalam Alkitab sebagai sebuah kesatuan dan keterkaitan. Jadi anggota gereja yang sehat berusaha memahami kesatuan dan perkembangan Alkitab secara keseluruhan—bukan hanya bagian-bagian yang terpisah atau ayat-ayat favorit saja.

Menurut J. I. Packer, mengenal Allah dimulai dengan mengetahui tentang Dia, tentang karakter-Nya. Ini juga melibatkan menyerahkan diri kepada Allah berdasarkan janji-Nya untuk menjadi Tuhan kita melalui pertobatan dan iman kepada Yesus Kristus, Anak-Nya. Akibatnya, mengenal Allah berarti mengikuti Yesus sebagai murid. Dan pada akhirnya, mengenal Allah berarti menjadi “lebih dari pemenang” dengan bersukacita dalam kecukupan Allah dalam segala hal.

Pengetahuan semacam ini hanya dapat diperoleh dengan menyelami pesan Alkitab secara mendalam, dengan semua tema besarnya yang kaya. Dan pengetahuan akan Allah ini secara khusus dimiliki oleh anggota gereja Kristen yang berkomitmen untuk menjadi teolog biblika.

 

Tanda 3 - Seorang Anggota Gereja yang Sehat Dipenuhi Injil (Gospel Saturated)

Dipenuhi (saturated. Ingg) – (bio.) keadaan keseimbangan dalam komunitas ketika imigrasi atau penambahan berjumlah sama dengan pengurangan ataupun dengan pemusnahan. (KBBI Online). Pemahamannya kontekstualnya adalah keadaan dimana penambahan/input/pengajaran Injili SEBANDING/SAMA/SEIMBANG dengan output/praktik/tindakan Injili dalam kehidupan orang percaya.

Dalam Injil Yesus Kristus (kabar sukacita tentang pribadi, karya penebusan, dan kebangkitan Kristus), Allah menawarkan diri-Nya bagi orang berdosa dan kepada orang berdosa. Injil inilah yang menyadarkan kita akan kasih Allah, kebobrokan kita sebagai manusia, dan kebutuhan kita akan penebusan, serta kemungkinan memperoleh sukacita kekal melalui penyembahan kepada Allah. Injil yang sama, beserta pemahaman yang sehat tentangnya, membangun kesehatan dan kekuatan dalam diri anggota gereja Kristen.

 

Tanda 4 - Seorang Anggota Gereja yang Sehat Benar-Benar Bertobat

Dalam teologi Kristen, “pertobatan” dipahami sebagai perubahan yang radikal. Pertobatan adalah perubahan total dari kehidupan yang terikat dalam dosa menuju kehidupan yang bebas untuk mencari dan menyembah Allah. Pertobatan bukan sekadar sebuah keputusan, tetapi sebuah transformasi hidup. Perubahan ini bukan sekadar soal kesalehan moral, pengembangan diri, atau modifikasi perilaku. Itu bukan sesuatu yang bisa dicapai melalui tindakan lahiriah atau praktik keagamaan, seperti berjalan ke depan altar. Pertobatan mustahil bisa dicapai jika hanya mengandalkan usaha manusia, melainkan oleh campur tangan Allah.

Pertobatan adalah perubahan yang begitu drastis sehingga memerlukan campur tangan Roh Kudus. Dalam kesadaran dan keputusan pertobatan, Roh Kudus menganugerahkan dua kasih karunia sekaligus, yaitu kekuatan iman dan komitmen pertobatan, agar orang berdosa berbalik meninggalkan dosanya dan mengarahkan pandangannya untuk datang kepada Allah melalui iman kepada Yesus Kristus.

 

Tanda 5 - Seorang Anggota Gereja yang Sehat Adalah Penginjil Biblika

Penginjil Biblika (biblical evangelist - penginjil yang sesuai dengan Alkitab) adalah seseorang yang dengan setia membagikan kabar baik tentang Yesus Kristus sesuai dengan kebenaran Alkitab. Penginjilan yang alkitabiah tidak bergantung pada metode pragmatis, emosi, atau tekanan, tetapi pada kesetiaan dalam menyampaikan pesan Injil.

Seorang biblical evangelist harus:

1.         Menyampaikan isi Injil secara spesifik, termasuk siapa Allah, siapa manusia, apa itu dosa, siapa Yesus, apa yang telah Yesus lakukan terhadap dosa, dan apa yang harus dilakukan manusia sebagai respons.

2.         Menegaskan bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan keselamatan (Yohanes 14:6; Kisah Para Rasul 4:12).

3.         Memanggil pendengarnya untuk bertobat dan beriman kepada Kristus.

 

Penginjil yang sejati memahami bahwa keberhasilan penginjilan bukanlah hasil dari usaha manusia, melainkan karya Allah melalui firman-Nya dan Roh Kudus. Oleh karena itu, seorang biblical evangelist menanam dan menyiram benih Injil dengan setia, sambil mempercayakan hasilnya kepada Tuhan (1 Korintus 3:7).

 

Tanda 6 - Seorang Anggota Gereja yang Sehat Adalah Anggota yang Berkomitmen

Apa artinya menjadi anggota gereja yang berkomitmen? Gagal menghubungkan diri kita secara tetap dengan Kepala gereja melalui bergabung dengan tubuh-Nya tentu merupakan tanda ketidakbersyukuran, baik karena ketidaktahuan maupun hati yang tumpul. Kita yang memiliki hak istimewa untuk hidup di negara-negara di mana kita dapat dengan bebas bergabung dengan gereja lokal harus mengingat peringatan dari Dietrich Bonhoeffer berikut ini:

“Hanya karena anugerah Allah, sebuah jemaat diizinkan untuk berkumpul secara nyata di dunia ini untuk berbagi Firman Allah dan sakramen. Tidak semua orang Kristen menerima berkat ini. Mereka yang dipenjara, yang sakit, yang terpencar sendirian, para pemberita Injil di tanah-tanah kafir, mereka berdiri sendiri. Mereka tahu bahwa persekutuan yang nyata adalah sebuah berkat. Mereka mengingat, seperti yang dilakukan oleh Pemazmur, bagaimana mereka pergi ‘bersama orang banyak... ke rumah Allah, dengan suara sukacita dan pujian, bersama kumpulan orang yang merayakan hari raya’ (Mzm. 42:4). Oleh karena itu, siapa pun yang hingga saat ini memiliki hak istimewa untuk hidup dalam kehidupan Kristen bersama saudara-saudara seiman, hendaklah memuji anugerah Allah dari lubuk hatinya. Biarlah ia bersyukur kepada Allah sambil berlutut dan menyatakan: Ini adalah anugerah, tidak lain hanyalah anugerah, bahwa kita diperbolehkan hidup dalam komunitas dengan saudara-saudara Kristen.”

 

Tanda 7 - Seorang Anggota Gereja yang Sehat Mencari Disiplin

Disiplin berkaitan dengan pendidikan dan pembelajaran, keteraturan, dan pertumbuhan. Disiplin dalam kehidupan jemaat dan anggota gereja yang sehat menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pertumbuhan dan perkembangan. Gereja adalah komunitas dan lingkungan yang hidup dalam kedisiplinan dalam mentalitas dan kerohanian. Tidak mungkin bagi anggota gereja untuk saling memperhatikan secara efektif jika hanya sedikit orang yang mengambil tanggung jawab untuk menegur atau membimbing saudara-saudari yang membutuhkannya. Jika anggota gereja tidak mau melayani sesama dengan mengajarkan Firman dalam sekolah Minggu atau memimpin kelompok kecil, jika mereka menghindari mengenal satu sama lain sehingga tidak ada konteks untuk persekutuan yang bermakna, maka disiplin yang bersifat membangun maupun korektif tidak akan terjadi. Rumah Allah akan menjadi tidak tertata dengan baik, anak-anak-Nya tidak diajarkan dengan benar, dan kesaksian gereja akan tercemar oleh dosa yang tidak bertobat dan tidak dikoreksi.

 

Tanda 8 - Seorang Anggota Gereja yang Sehat Adalah Murid yang Bertumbuh

Anggota gereja yang sehat adalah anggota gereja yang senantiasa mengalami pertumbuhan. Secara khusus, ia adalah seseorang yang bertumbuh dalam keserupaan dengan Kristus, kekudusan, dan kedewasaan rohani. Kedewasaan dan kekudusan itu dikembangkan dalam ketergantungan kepada Kristus, Firman-Nya, dan sesama di dalam gereja lokal. Dan yang paling luar biasa, kita tidak akan berhenti bertumbuh sampai kita mencapai kepenuhan Kristus! Tidak mungkin memisahkan kesehatan sebuah gereja lokal dari kesehatan anggotanya. Dan tidak mungkin memisahkan kesejahteraan seorang anggota gereja dari pertumbuhan rohani dan pemuridan mereka.

 

Tanda 9 - Seorang Anggota Gereja yang Sehat Adalah Pengikut yang Rendah Hati

Kepemimpinan dalam gereja lokal ditetapkan oleh Allah untuk memberkati umat-Nya. Namun, agar kepemimpinan itu efektif, diperlukan dorongan dan dukungan dari anggota gereja. Banyak pria setia yang mengalami kehancuran karena menghadapi anggota jemaat yang keras kepala dan menolak bimbingan. Hal ini seharusnya tidak terjadi di antara umat Allah. Sebaliknya, anggota gereja yang sehat harus berusaha dan mendorong orang lain untuk berusaha mengikuti pemimpin mereka dengan hati yang terbuka lebar, ketaatan yang penuh semangat, dan penundukan yang penuh sukacita.

 

Tanda 10 - Seorang Anggota Gereja yang Sehat Adalah Pejuang Doa.

Adakah hak istimewa yang lebih menakjubkan daripada yang telah diberikan kepada orang Kristen melalui Kristus: berdiri di hadapan Allah Bapa kita dan merespons dalam doa oleh Roh-Nya terhadap Firman-Nya yang disampaikan kepada kita? Jika kita ingin menjadi pendengar eksposisional, dipenuhi Injil, dan teolog Alkitabiah, maka kita harus berdoa dengan keyakinan penuh akan apa yang Allah sedang lakukan di dunia melalui Kristus, Putra-Nya, serta berdoa untuk kemajuan Injil dan kehendak-Nya di seluruh dunia.



[1] Ringkasan buku karya Thabiti M. Anyabwile, What is a Healthy Church Member?, Crossway, 2008.