Apa Arti Dari Memikul Salib?
"Setiap orang yang mau mengikut
Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku."
— Matius 16:24
Kata-kata Yesus ini terdengar keras, bahkan ekstrem. Di dunia yang mengajarkan kita untuk “ikuti kata hati”, Yesus malah berkata: “Tinggalkan dirimu sendiri, pikul salibmu, dan ikut Aku.” Apa sebenarnya arti dari pernyataan radikal ini? Apakah memikul salib hanya berarti menjalani hidup yang sulit? Ataukah maknanya lebih dalam dari itu?
1. Bukan Sekadar Menerima Penderitaan
Sering disalahpahami
Banyak orang Kristen—bahkan pengkhotbah—menyamakan salib dengan penderitaan
hidup secara umum: kemiskinan, penyakit, kehilangan, atau masalah keluarga.
Tapi salib dalam konteks Perjanjian Baru bukanlah beban yang harus diterima
dengan pasrah karena tidak bisa dihindari. Salib bukan sesuatu yang “menimpa”
kita, melainkan sesuatu yang kita pilih untuk pikul.
Makna Historis Salib
Dalam budaya Romawi abad pertama, salib bukan sekadar alat eksekusi. Itu adalah
simbol kehinaan mutlak. Orang yang memikul salib bukan hanya akan mati—ia akan mati
dengan terkutuk, terhina, dan ditinggalkan. Maka ketika Yesus berkata
kepada para murid untuk memikul salib, Ia mengajak mereka untuk mengambil jalan
yang akan menghapus status, kenyamanan, dan keselamatan pribadi demi
kesetiaan kepada-Nya.
Aplikasi masa kini
Memikul salib berarti bersedia membayar harga demi ketaatan pada Kristus. Ini
bisa berarti kehilangan peluang karier karena kejujuran, kehilangan popularitas
karena hidup benar, atau bahkan relasi yang renggang karena tidak mau kompromi
dengan dosa. Ini adalah panggilan untuk hidup tidak bagi diri sendiri,
tetapi bagi kehendak Allah, apa pun dan berapapun harganya.
2. Menyangkal Diri = Membunuh Ego
Lebih dari sekadar menolak keinginan
Menyangkal diri bukan berarti kita tidak pernah punya impian atau keinginan.
Bukan juga berarti kita membenci diri sendiri. Tapi ini berarti menggeser
pusat kehidupan dari “aku” menjadi “Kristus”. Dalam bahasa lain: bukan lagi
kehendakku, tetapi kehendak-Mu yang jadi (Lukas 22:42).
Apa itu ego rohani?
Ego dalam konteks ini adalah keakuan yang menolak tunduk pada Tuhan. Ego ingin
selalu mengendalikan, ingin selalu dipuji, dibenarkan, dan dipuaskan. Menyangkal diri berarti
kita memilih untuk tidak lagi mengandalkan kekuatan dan keinginan
pribadi—melainkan menundukkan diri kepada pimpinan dan kebenaran Tuhan.
Contoh keseharian
- Ketika kita ingin membalas orang yang menyakiti kita,
tetapi memilih mengampuni karena taat kepada Kristus.
- Ketika kita lebih suka menonjolkan diri, tapi memilih
merendah agar Kristus yang ditinggikan.
- Ketika kita menyerahkan keputusan besar bukan kepada
insting semata, tapi lewat doa dan penundukan hati.
Menyangkal diri itu menyakitkan—seperti mematikan daging dan keinginan sendiri. Tapi dari kematian itulah tumbuh kehidupan yang sejati; kehidupan rohani dan keimanan yang matang/dewasa.
3. Salib: Jalan Kehidupan, Bukan Simbol Kematian
Lebih dari sekadar simbol
Salib kini menjadi simbol iman Kristen—digantung di gereja, dikenakan sebagai
kalung, dijadikan ornamen seni. Tapi bagi Yesus dan murid-murid-Nya, salib
bukan ornamen, melainkan kenyataan brutal. Ini adalah panggilan untuk
hidup seperti Yesus—dalam pengorbanan, penyangkalan diri, dan ketaatan total
bahkan hingga kematian.
Mengikuti Yesus bukan tentang
kenyamanan
Yesus tidak pernah menjanjikan jalan yang mudah bagi pengikut-Nya. Ia berkata
bahwa dunia akan membenci kita sebagaimana dunia membenci Dia (Yohanes
15:18-20). Jalan Kristus adalah jalan sempit—bukan karena Allah ingin
menyusahkan kita, tapi karena jalan salib adalah satu-satunya jalan menuju
kebangkitan dan kemuliaan.
Mengikut Yesus berarti meniru gaya
hidup-Nya
- Hidup penuh kasih kepada musuh.
- Taat kepada Bapa, bahkan saat tidak masuk akal.
- Setia dalam penderitaan.
- Tidak menghindari pengorbanan demi kebaikan orang lain.
Salib bukan hanya titik akhir hidup Kristus di dunia. Salib adalah awal peta perjalanan setiap murid-Nya mewartakan kabar sukacita ke seluruh dunia.
4. Sebuah Panggilan Setiap Hari
Bukan keputusan sekali jadi
Yesus berkata dalam Lukas 9:23: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku." Artinya, keputusan untuk hidup memikul salib bukan
dibuat sekali saat kita bertobat, dibaptis, atau berdoa menyerahkan hidup. Itu
adalah keputusan harian, bahkan setiap jam, setiap momen/kesempatan.
Panggilan untuk selalu taat kepada Tuhan
Setiap hari kita diperhadapkan pada pilihan: hidup untuk diri sendiri atau
untuk Kristus? Taat meski tidak nyaman, atau kompromi demi aman? Menyimpan luka
atau mengampuni? Menuntut atau memberi?
Dalam momen-momen itulah salib
dipanggul—bukan secara simbolik, tapi nyata: dalam keputusan yang kita buat,
dalam reaksi yang kita kendalikan, dalam kasih yang kita pilih untuk tetap
berikan.
Dan di situlah hidup sejati
ditemukan.
Ironisnya, salib—yang tampak seperti alat kematian—justru menjadi gerbang
menuju kehidupan. Ketika kita menyerahkan hidup kita kepada Kristus sepenuhnya,
di sanalah kita menemukan makna, damai, dan sukacita yang tidak bisa diberikan
dunia.
Mengapa Salib Itu Layak
Mengapa kita harus memikul salib?
Karena kita tahu siapa yang pertama kali memikulnya—Yesus sendiri. Ia
tidak hanya memanggil kita untuk mengikuti jalan salib, tapi telah lebih
dulu menapakinya demi kita.
Memikul salib adalah bentuk cinta kita kepada Dia yang lebih dulu mengasihi kita tanpa syarat. Dan saat
kita taat, kita tidak berjalan sendiri. Roh Kudus pasti menyertai, memberi kekuatan,
dan mengubah kita hari demi hari menjadi serupa dengan Kristus.
Tuhan memberkati kita senantiasa.