Kekristenan
bukanlah sebuah pilihan hidup yang mudah. Menjadi seorang yang beriman kepada
Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat, menuntut sebuah pengorbanan yang sangat
besar. Kekristenan menuntut umatnya untuk menjadi pribadi yang dewasa dalam hal
keimanan dan karakter.
Adalah sebuah
hal yang salah jika mengidentikkan kekristenan dengan kenyamanan, keamanan,
berkat yang tiada berhenti, atau kehidupan sukacita tanpa derita. Justru
sebaliknya. Iman kepada Kristus akan selalu berhadapan dengan kebalikan dari
kondisi-kondisi tersebut. Hal tersebut juga bukan berarti bahwa mengikut Yesus
hanya akan diisi dengan penderitaan. Proses pembentukan karakter adalah hal
utama. Dalam proses tersebut tentunya melibatkan “latihan-latihan” dimana
karakter yang dewasa akan terbentuk. Di tengah proses kehidupan, Tuhan juga
selalu memberi waktu/kesempatan untuk “beristirahat.”
Para murid
Tuhan Yesus telah merasakan hal yang sama, saat kita bicara mengenai proses
pendewasaan rohani. Sebagaimana kita semua ketahui, latar belakang para murid
Tuhan Yesus (dan bahkan Tuhan Yesus sendiri) adalah masyarakat Yahudi. Pada
awalnya, mereka melihat pribadi Yesus sebagai calon pembebas masyarakat Yahudi
dari tekanan penjajah Romawi. Mereka, dan kebanyakan masyarakat Yahudi kala
itu, berharap bahwa bangsa Yahudi akan menjadi bangsa yang besar, berkuasa di
seluruh dunia. Melalui Yesus yang dengan demonstrasi kuasa-Nya mereka percayai
sebagai mesias, bangsa Yahudi akan dikembalikan kepada masa kejayaannya.
Kenyataan
berbicara lain. Yesus yang awalnya diharapkan akan menjadi mesias pembebas
bangsa Yahudi dari tekanan Romawi, terlihat menerapkan ajaran Taurat dengan
sangat berbeda. Tuhan Yesus menekankan pada hakikat Taurat, lebih daripada
praktik jasmaniahnya. Yesus terlihat tidak berminat untuk membangun kejayaan
kerajaan Israel secara fisik. Mulai saat itu, banyak orang Yahudi yang menjadi
murid dan mengikut Yesus, menjadi sangat kecewa dan meninggalkan-Nya. Hal tersebut
tercatat dalam injil Yohanes 6:60-66.
Pada ayat 63
perikop tersebut, Tuhan Yesus berkata “Rohlah yang memberi hidup,
daging sama sekali tidak berguna. Perkataan-perkataan yang Kukatakan kepadamu
adalah roh dan hidup.”
Konteks yang melatarbelakangi perikop tersebut adalah perbincangan mengenai
posisi Yesus sebagai sumber kehidupan bagi manusia, yang digambarkan-Nya dengan
penggambaran yang terkenal: “Roti Hidup.” Kembali Yesus menekankan bahwa berita
yang dibawa-Nya bukanlah kemerdekaan secara fisik, melainkan secara rohani:
hidup kekal bersama Tuhan, bukan kemerdekaan sementara di dunia.
Surat 1 Yohanes 2:18-19 menulis
bahwa antikristus berasal dari kalangan umat percaya. Ayat 19 menulis demikian:
“Memang mereka berasal dari antara kita,
tetapi mereka tidak sungguh-sungguh termasuk pada kita; sebab jika mereka
sungguh-sungguh termasuk pada kita, niscaya mereka tetap bersama-sama dengan
kita. Tetapi hal itu terjadi, supaya menjadi nyata, bahwa tidak semua mereka
sungguh-sungguh termasuk pada kita.” Hal tersebut senada dengan catatan
dalam Yohanes 6:66 “Mulai dari waktu itu
banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia.”
Siapa yang dimaksud dengan antikristus? Yaitu para murid Yesus yang kecewa
kepada Yesus karena tidak memenuhi keinginan atau harapan mereka.
Saat ini telah banyak ditemui
pengajaran-pengajaran Kristen yang menyimpang. Dalam pengajaran menyimpang
tersebut, rata-rata selalu mengedepankan tentang berkat tanpa batas yang
seharusnya diterima oleh orang Kristen. Kebanyakan orang akan senang dengan
model pengajaran seperti itu; pengajaran yang memenuhi keinginan pribadinya. Lantas
apa hubungannya dengan topik yang sedang kita bicarakan?
Pengajaran yang salah akan
menghasilkan pemahaman yang salah. Saat pemahaman yang salah terbentur dengan
realita kehidupan, maka hal tersebut akan memunculkan orang-orang yang kecewa. Seperti
halnya para murid yang meninggalkan Yesus karena pengajaran-Nya yang tidak
seperti yang mereka harapkan, maka demikianlah konteks pengajaran menyimpang di
masa sekarang ini. Antikristus akan muncul dari orang-orang yang salah memahami
pengajaran firman Tuhan. Mereka kecewa dan menyalahkan Tuhan karena tidak memberikan
apa yang mereka inginkan.
Kita disebut dewasa secara
rohani, saat kita dapat memahami kehendak Tuhan dan hidup seturut dengannya.
Alkitab dengan jelas mengarahkan kita untuk memindahkan fokus kehidupan: dari
hal-hal atau keinginan duniawi kepada hal-hal atau keinginan surgawi. Orang-orang
yang telah melakukan hal tersebut pasti akan menunjukkan sebuah kedewasaan
karakter dan keimanan. Bukti nyata dari hal tersebut adalah pribadi dan
kehidupan para murid Tuhan Yesus setelah Tuhan Yesus naik ke surga.
Para murid hidup dalam tekanan
yang sangat besar dari bangsa Yahudi yang memusuhi mereka dan pemerintahan
Romawi yang menganggap mereka sebagai pemberontak. Banyak dari mereka yang mati
dibunuh dan diumpankan pada binatang buas. Dengan semua kejadian yang
menyakitkan tersebut, tidak ada kekecewaan yang muncul dari mulut mereka.
Sebaliknya, mereka menjalani penderitaan tersebut dengan sukacita dan
kebanggaan.
Para murid Tuhan Yesus tersebut
telah mati terhadap keinginan diri sendiri dan mereka menghidupi kehendak
Tuhan. Demikianlah kita seharusnya hidup di masa sekarang ini. Kesenangan
dunia, kelimpahan harta, tingginya jabatan dan kehormatan bukanlah ukuran
berkat yang sesungguhnya. Tujuan hidup kita sebagai pengikut Yesus adalah
mematikan keinginan daging dan fokus pada penyataan kebenaran firman Tuhan
melalui keseharian. Amin.
"Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi..." (Kolose 3:5)
"Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi..." (Kolose 3:5)
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.