Laman

Showing posts with label pertobatan. Show all posts
Showing posts with label pertobatan. Show all posts

01 May 2020

PEMIMPIN DAN KRITIKAN

Saat sebuah kritik yang ditujukan kepada seseorang yang dianggap memiliki kedudukan atau status yang sejajar, hal tersebut mungkin dianggap sebagai sebuah kewajaran. Namun jika sebuah kritik ditujukan kepada atasan atau orang yang memiliki status dan kedudukan tinggi, hal tersebut seringkali dipandang sebagai sebuah perlawanan. Kata kritik sudah memiliki konotasi negatif dalam masyarakat kita. Namun apakah selalu demikian?

KRITIK – APA ITU?
Kita akan mampu menempatkan kritik di tempat yang tepat saat kita memahami apa itu kritik dan apa fungsinya bagi diri kita.
Menurut kamus bahasa Indonesia terbitan Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2008), kata kritik memiliki arti kecaman atau tanggapan, kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat. Banyak orang hanya memandang kritik sebagai sebuah kecaman, atau bahkan serangan. Jarang sekali ada orang yang melihat kritik sebagai sebuah tanggapan. Menurut saya pribadi, kritik adalah sebuah bantuan yang diberikan orang lain untuk melihat hal-hal yang seringkali tidak dapat kita lihat dengan pandangan kita sendiri.
Berdasarkan makna katanya, kritik pada dasarnya bersifat netral. Respon kitalah yang kemudian akan memposisikan kritik tersebut dalam pikiran kita. Kritik akan menjadi sebuah hal yang menyakitkan dan melukai saat kita memandanganya sebagai sebuah serangan kebencian yang dilancarkan oleh orang-orang yang kita anggap ingin menghancurkan hidup kita. Namun di lain pihak, kritik akan menjadi seperti nutrisi yang menyehatkan dan menguatkan, saat kita melihatnya sebagai sebuah alat evaluasi bagi diri kita.
Selembar soal ulangan adalah gambaran yang dapat kita gunakan saat kita memandang sebuah kritik. Selembar soal ulangan dapat dimaknai secara berbeda oleh siswa sekolah. Bagi seorang murid yang sadar akan tujuan pendidikannya, soal ulangan akan menjadi alat untuk mengukur kemampuan dan pemahamannya terhadap sebuah mata pelajaran. Namun di mata seorang murid yang tidak terlalu mempedulikan tujuannya bersekolah, soal ulangan tersebut hanya akan dipandang sebagai hal yang menakutkan dan mengusik kenyamanannya.

ANTI-KRITIK = ANTI-PERKEMBANGAN
Secara nyata: adakah pemikiran dan tindakan seseorang yang bebas dari kesalahan? Tentu saja tidak ada. Semua manusia mengakui bahwa pasti akan ada kelemahan dalam kehidupannya, baik dalam pemikiran maupun tindakannya. Permasalahan yang seringkali timbul adalah bahwa kita sulit untuk melihat kekurangan atau kelemahan kita. Bukan hanya sekedar sulit melihat kesalahan, namun seringkali malah tidak mampu melihatnya.
Sederhananya saja, kita tidak mungkin dapat melihat wajah kita sendiri tanpa bantuan dari pihak lain – baik itu barang atau orang lain. Oleh karena itulah kita sangat membutuhkan pihak lain yang mampu melihat diri kita, baik itu kelemahan maupun kelebihan kita. Dengan adanya mereka, kita akan mampu lebih banyak mengenal diri kita.
Kita akan menjadi manusia yang “utuh” dengan mengenal diri sendiri secara menyeluruh. Kita harus mampu mengidentifikasi diri kita, baik itu kelemahan maupun kelebihan kita. Dari situlah kita akan mampu mengenal setiap potensi diri dan mengembangkannya. Kita juga akan mengenali kelemahan-kelemahan kita dan mencari cara untuk memperbaikinya. Pengembangan diri akan dapat berjalan dengan baik saat kita mengenal diri sendiri dengan baik.

*Celoteh senja 

05 April 2017

NIKODEMUS: “Percayalah Kepada-Ku Dalam Setiap Proses Kehidupan” (Renungan Yohanes 3:1-21)


Nikodemus adalah seorang Farisi, sebuah kelompok yang sangat ketat memelihara hukum Musa dan tradisi Yudaisme yang berdasar pada pengajaran Rabi-rabi (tulisan-tulisan rabinik). Kemungkinan besar ia juga adalah seorang pejabat Sanhedrin. Melihat latar belakangnya sebagai seorang Farisi, kita dapat memastikan bahwa Niko-demus adalah seorang yang paham betul aturan dan tradisi Taurat yang berlaku dalam masyarakat Yahudi.
Kisah yang ditulis Rasul Yohanes dalam Yohanes 3:1-21, menceritakan interaksi pertama antara Nikodemus dengan Tuhan Yesus. Pada bagian ini diceritakan bahwa Nikodemus mendatangi Tuhan Yesus pada waktu malam hari. Kenapa malam hari? Menurut pengajaran rabi Yahudi, malam hari adalah waktu terbaik untuk belajar. Namun hal ini kemungkinan besar bukanlah dasar maksud Nikodemus mendatangi Yesus di malam hari. Alasan yang paling masuk akal adalah Nikodemus tidak ingin orang tahu bahwa ia mendatangi Yesus, seorang rabi yang kala itu menjadi sorotan orang banyak karena pengajaran-Nya yang “berani dan berbeda.”
Nikodemus, dan dan mungkin juga banyak orang Farisi lainnya, menilai bawa Yesus adalah seorang yang benar-benar diutus oleh Tuhan. Dia berkata kepada Yesus “Rabi, kami tahu, bahwa Engkau datang sebagai guru yang diutus Allah; sebab tidak ada seorangpun yang dapat mengadakan tanda-tanda yang Engkau adakan itu, jika Allah tidak menyertainya.” (Ayt. 2) Perlu diingat bahwa Injil Yohanes tidak menulis peristiwa sepenuhnya berdasarkan waktu peristiwanya (kronologis). Saat Nikodemus mengatakan hal tersebut, kemungkinan Yesus sudah melakukan banyak mujizat yang disaksikan oleh banyak orang. Dari hal tersebutlah kemudian Nikodemus dan beberapa orang Farisi lainnya menyimpulkan bahwa Yesus adalah benar-benar “utusan Tuhan.”

Kelahiran Baru
Tuhan Yesus kemudian mengatakan sebuah pernyataan yang sempat membingungkan Nikodemus, dalam kapasitasnya sebagai seorang pengajar hukum Yahudi. “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah.” Dengan kebingungan, Nikodemus menjawab: “Bagaimanakah mungkin seorang dilahirkan, kalau ia sudah tua? Dapatkah ia masuk kembali ke dalam rahim ibunya dan dilahirkan lagi?... Bagaimanakah mungkin hal itu terjadi?” (Ayt. 4, 9)
Kelahiran baru adalah sebuah komitmen yang diambil oleh seorang Kristen untuk memindahkan fokus kehidupannya, dari hal-hal duniawi/daging kepada hal-hal surgawi/rohani. Secara harafiah, Yohanes 3:3 diterjemahkan seperti ini: “Truly, truly, I say to you, If one is not generated from above…” (LITV) Jika  kalimat ini diterjemah dengan bebas, maka kurang lebih bermakna: “kamu harus mengalami pembaharuan kerohanian melalui iman.
Mengenai hal ini, Tuhan Yesus mengatakan bahwa seperti halnya Nikodemus, kita harus dilahirkan kembali dari air dan Roh. Banyak yang memaknai bahwa frasa air dan Roh mengacu pada babtisan air Yohanes Pembabtis dan babtisan roh oleh Tuhan Yesus. Jika kita melihat substansi dari kedua jenis babtisan tersebut, kita dapat menarik sebuah kesimpulan bahwa kelahiran baru berkenaan dengan pembaharuan jiwa (pikiran dan perasaan) dan pembaharuan iman (band. Roma 12:2). Dalam Kolose 3:10 Rasul Paulus menulis demikian “Each of you is now a new person. You are becoming more and more like your Creator, and you will understand him better.” Dari hari ke sehari, kita dituntut untuk menjadi semakin serupa dengan karakter Kristus Sang Firman yang menciptakan. Disaat yang sama, kita akan terus belajar untuk memahami isi hati dan pikiran-Nya.

Memandang Tuhan
Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal.” (Ayt. 14-15) Kelahiran baru diawali dengan sebuah komitmen; komitmen yang muncul oleh kesadaran akan dosa-dosa yang telah diampuni Tuhan, dan oleh dorongan Roh Kudus menyerahkan diri pada proses pemurnian yang akan dikerjakan Tuhan dalam kehidupan kita selanjutnya. Jadi komitmen kelahiran baru seperti sebuah pintu masuk kedalam proses Tuhan.
Proses pembentukan karakter dan keimanan dengan Kristus sebagai acuannya, bukanlah sebuah proses yang mudah dan secara asal-asalan dikerjakan oleh Tuhan. Proses tersebut besar dan sangat rumit. Jika kita ditugaskan untuk menyusun permainan puzzle seluas meja makan saja pasti akan merasa kesulitan. Bagaimana jika puzzle tersebut seukuran lapangan bola. Setidaknya seperti itulah gambaran sederhananya betapa sulit dan beratnya proses yang Tuhan kerjakan dalam membentuk karakter kita hingga serupa dengan karakter Kristus. Disitulah iman kita bekerja.
Iman yang kuat sangatlah diperlukan dalam proses hidup yang harus kita lalui. Bagaimanakah mungkin bangsa Israel dapat selamat dari racun ular yang mematikan hanya dengan cara memandang kepada ular tembaga Musa (Bilangan 21:4-9)? Itulah iman. Ada bagian-bagian proses yang menuntut kita untuk sepenuhnya percaya kepada Tuhan, sekalipun itu kadang terasa tidak masuk akal.
           Saat proses itu terlihat mustahil dan tidak masuk akal, pandanglah salib Kristus. Di salib itulah manusia didamaikan dengan Tuhan melalui curahan darah Tuhan Yesus Kristus. Seperti halnya seorang penjahat yang disalib disebelah Kristus, bertobat disaat-saat terakhir kehidupannya dan ia menerima Firdaus, demikianlah pertolongan Tuhan juga akan dinyatakan disaat-saat terberat dalam proses yang harus kita jalani. Ambillah komitmen kelahiran baru. Masukilah proses pembentukan yang Tuhan kerjakan dalam kehidupan kita. Percayalah sepenuhnya dengan apa yang Tuhan kerjakan, dan lihatlah bagaimana kasih Tuhan dicurahkan melalui proses-proses kehidupan tersebut. Amin.

(Renungan dari Yohanes 3:1-21)

21 February 2016

PERTOBATAN "ORANG BENAR" (Renungan Kisah Rasul 9:1-9)

                    Kita pasti akan menuntut seorang yang telah terbukti melakukan kesalahan untuk menyesali dan mengakui kesalahannya. Itulah harapan kebanyakan orang terhadap seseorang yang bersalah. Akan tetapi kita tentunya tidak pernah berpikir untuk menuntut permintaan maaf dari seorang yang melakukan hal yang benar. Namun bagaimanapun juga pernyataan ini hanya memiliki sebagian kebenaran saja.

Suatu komunitas biasanya memiliki standartnya sendiri, yang diterapkan dalam komunitas tersebut. Dalam konteks Kisah Rasul 9:1-9, pernyataan tadi dapat kita lihat dengan jelas. Rasul Paulus, yang kala itu masih dikenal dengan nama Saulus-nya, berjuang menerapkan prinsip kebenaran komunitasnya, yaitu komunitas Farisi dalam Yudaisme. Tabib Lukas menulis Kisah 9:1-2 sebagai gambaran singkat namun mendalam mengenai kesungguhan Saulus menegakkan ajaran Yudaisme yang dianutnya, yang akhir-akhir itu terusik dengan munculnya gerakan kekristenan. Saulus sangat membenci orang-orang yang mempercayai bahwa Yesus dari Nazaret adalah pribadi Mesias yang dijanjikan oleh kitab-kitab para nabi. Oleh karena itulah ia bejuang sekuat tenaga dan dengan semangat membara, untuk menghentikan perkembangan gerakan kekristenan dengan segala cara, termasuk memenjarakan dan menghukum mati mereka. Kisah martir Stefanus dalam Kisah Rasul 7 adalah bukti nyata dari tindakan Saulus tersebut. Mari kita sejenak merenungkan hal-hal apa yang ingin ditunjukkan Tuhan melalui tulisan Tabib Lukas di bagian ini.

1. Merasa Benar, ternyata Salah
Dalam pandangan Saulus, berjuang untuk menjaga kemurnian ajaran Yudaisme adalah sebuah tindakan yang mulia. Oleh karena itulah dia melakukan hal tersebut dengan semangat yang berkobar-kobar. Dia menangkap, memenjarakan, dan bahkan menghukum mati banyak orang Kristen demi melaksanakan “panggilan pelayanannya” tersebut. Tindakan Saulus tersebut mendapat dukungan dari komunitas Farisinya dan kebanyakan pemimpin agama Yahudi. Hal tersebut terbukti dari diperolehnya surat rekomendasi dari Imam Besar demi memuluskan aksinya tersebut. Ditengah perjalanannya menjalankan misi “suci” itu, Saulus mengalami peristiwa yang mengejutkan dan merubah kehidupannya, selamanya. Seberkas cahaya dari langit menjatuhkannya ke tanah dan membutakan matanya. Bersamaan dengan itu ada suara dari langit yang berkata dengan jelas menegur keras tindakannya berjuang demi agamanya. Tuhan Yesus sendirilah yang langsung menghadang Saulus dan mengatakan hal yang sesungguhnya, bahwa sebenarnya selama ini Saulus sedang menganiaya Dia – dengan cara menganiaya jemaat Tuhan. Apa yang Saulus pikir dia lakukan demi kemuliaan Tuhan, ternyata adalah tindakan yang justru menyakiti Tuhan. 
Hal yang mungkin kita anggap benar ternyata belum tentu itu adalah sebuah kebenaran yang hakiki. Banyak dari kita mungkin sudah mengambil bagian dalam pelayanan di gereja. Kita tentunya berpikir bahwa apa yang kita lakukan dalam pelayanan tersebut adalah untuk Tuhan, demi menyenangkan hati-Nya, demi kemuliaan-Nya. Namun pernahkan kita merenungkannya kembali dan bertanya dengan jujur kepada diri kita sendiri: “Apakah benar saya melakukan pelayanan saya untuk memuliakan Tuhan? Ataukah untuk kebanggaan pribadi saya?” Pertanyaan ini hanya dapat dijawab oleh kita masing-masing, saat kita mendengarkan hati nurani kita dan mengakui dengan jujur.

2. Kebenaran Pasti Membawa Perubahan
Saulus menghadapi sebuah kenyataan pahit. Niatan untuk melayani Tuhan dengan seluruh hidupnya, justru malah menjadi tindakan yang mendukakan hati Tuhan. Namun setelah peristiwa di jalan menuju Damsyik tersebut, kehidupan Saulus berubah secara drastis. Tuhan menunjukkan kebenaran yang sejati kepada Saulus, menggantikan standart kebenaran yang selama ini dia percayai. Kehidupan Saulus berubah total, dari seorang yang kejam dengan semangat membinasakan, menjadi seorang penuh kasih dengan semangat menghidupkan dan menyelamatkan. Itulah yang dikerjakan Kebenaran yang hakiki – Firman Tuhan, yaitu mentransformasi kehidupan seseorang.
Saat kita bertanya kepada banyak orang Kristen apa tujuan pergi ke gereja, maka sebagian besar akan menjawab “untuk beribadah” atau dengan kalimat indah “untuk mencari Tuhan.” Namun apakah kita telah benar-benar bertemu dengan Tuhan di setiap ibadah yang kita ikuti? Indikator/tanda yang jelas dari sebuah perjumpaan dengan Tuhan adalah terjadinya perubahan pola pikir yang mendasar dalam pribadi kita. Inilah makna sesungguhnya dari pertobatan. Jadi, jika kita berjumpa dengan Tuhan dalam ibadah-ibadah kita, maka pasti akan terjadi banyak sekali perubahan dalam hidup kita – sebuah perubahan karakter yang mengarah pada satu tujuan, yakni menjadi sama dengan karakter Yesus.
Terlahir Kristen tidak otomatis membuat kita menjadi manusia yang baik. Menjadi orang Kristen selama bertahun-tahun juga bukanlah jaminan. Kita tetap harus memastikan bahwa kehidupan kekristenan kita bertumbuh. Kita juga harus pastikan bahwa dalam setiap ibadah yang kita ikuti, kita dapat mendengar dengan jelas apa yang Tuhan katakan kepada kita secara pribadi. Tidak berhenti disitu, perkataan Tuhan untuk kita tersebut harus terus kita renungkan setiap saat dan terlebih lagi kita nyatakan dalam tindakan kita. Mari, kita pastikan diri kita terus mengalami pertumbuhan hari lepas hari, semakin menajdi serupa dengan Kristus.

*Renungan yang saya ketik di warta jemaat GPdI Air Hidup Singosari, tanggal 20 Februari 2016. Judul renungan ini saya pinjam dari judul khotbah Pdt. Erastus Sabdono, namun dengan isi yang berbeda dengan apa yang beliau sampaikan dalam khotbahnya.